Senin, 11 Juli 2011

UU NO 32 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
a. bahwa kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan
penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing Daerah, dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan potensi
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan aspek-aspek hubungan antar tingkatan pemerintah dan antar Daerah, tantangan
persaingan global dan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab
kepada daerah secara proporsional, disertai dengan pemberian hak untuk mendapat pendanaan
penyelenggaraan otonomi daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu
diganti;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, b, dan c di atas, perlu ditetapkan Undang-undang
tentang Pemerintahan Daerah.

Mengingat:
1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (1),
dan Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98 Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4311).

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang -undang ini yang dimaksud dengan:
a. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen.
b. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintah yang diserahkan kepada Daerah
sebagai fungsi-fungsi pemerintahan daerah otonom yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan lembaga pemerintahan daerah menurut asas
desentralisasi.
c. Pemerintah Daerah adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari Kepala Daerah beserta
perangkat Daerah Otonom yang lain, yang berfungsi sebagai lembaga eksekutif daerah.
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD, adalah unsur lembaga pemerintahan
daerah yang berfungsi sebagai lembaga legislatif Daerah.
e. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.


RGS Mitra Page 2 of 91

f. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
Pemerintah dan/ atau Kepala Instansi Vertikal di Wilayah tertentu untuk mengurus urusan
pemerintahan.
g. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/ atau Desa dan dari
Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/ Kota dan Desa serta dari Pemerintah Kabupaten/ Kota ke Desa
untuk melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu disertai pendanaan dan dalam hal
tertentu disertai sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
h. Otonomi Daerah adalah wewenang Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
i. Daerah Otonom, sebagai sebutan umum bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota, selanjutnya disebut
Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
j. Wewenang adalah hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab untuk mengatur dan/ atau mengurus
urusan pemerintahan.
k. Wilayah Administrasi selanjutnya disebut Wilayah, adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil
Pemerintah untuk mengurus urusan pemerintahan.
l. Instansi Vertikal adalah perangkat Departemen dan/ atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
mengurus urusan pemerintahan dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi.
m. Pejabat yang berwenang adalah pejabat Pemerintah yang berwenang mengesahkan atau menyetujui,
menangguhkan dan membatalkan kebijakan Daerah dan/ atau mengangkat, memberhentikan,
mengesahkan, menyetujui, membina dan mengawasi Pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan/ atau pejabat Pemerintah pada Pemerintah Daerah Provinsi yang berwenang membina dan
mengawasi Pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota.
n. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Kabupaten dan Kota.
o. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Kabupaten/ Kota dalam wilayah kerja
kecamatan.
p. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/ atau
dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten/ Kota.
q. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah unsur lembaga pemerintahan desa yang
terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.
r. Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah unsur lembaga pemerintahan desa
yang berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa.
s. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah kewajiban Pemerintah untuk
mendanai penyelenggaraan pemerintahan akibat adanya penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah
Pusat kepada Provinsi, Kabupaten/ Kota berdasarkan asas desentralisasi yang harmonis dengan
kewajiban daerah memberikan kontribusi dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
t. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Belanja Transfer APBN yang dialokasikan
kepada Provinsi dan Kabupaten/ Kota untuk keadilan dan keselarasan fiskal antara Pemerintah Pusat
dengan Daerah serta antar Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
u. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Daerah yang
berhubungan dengan hak dan kewajibannya.
v. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
w. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan melalui kas daerah yang menambah ekuitas dana lancar
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang menjadi hak dan dengan demikian tidak perlu
dibayar kembali oleh pemerintah daerah.
x. Belanja daerah adalah semua pengeluaran melalui kas daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
kepada pemerintah daerah.
y. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/ atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik ada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran


RGS Mitra Page 3 of 91

berikutnya, yang dalam penganggaran dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus
anggaran.
z. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain
sejumlah uang atau manfaat bernilai uang, sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk
membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan.
aa. Kawasan khusus adalah bagian wilayah tertentu di dalam Provinsi dan atau Kabupaten/ Kota yang
ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat
khusus bagi kepentingan nasional.
bb. Kawasan Perdesaan adalah suatu bagian wilayah Daerah yang bercirikan perdesaan.
cc. Kawasan Perkotaan adalah suatu wilayah Daerah yang bercirikan perkotaan.
dd. Bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut bakal calon
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk ikut serta di dalam proses penetapan
calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah.
ee. Pasangan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pasangan
calon adalah bakal calon yang telah memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai pasangan Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
ff. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
BAB II
KEBIJAKAN DESENTRALISASI
Bagian Kesatu
Kebijakan Dasar

Pasal 2
Pemerintah menyelenggarakan kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah
otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah yang termasuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dalam Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Pembentukan Daerah Otonom

Pasal 3
(1) Pembentukan daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan membentuk
Provinsi, dan dalam wilayah Provinsi dibentuk Kabupaten dan Kota, serta dalam wilayah Kabupaten/
Kota dibentuk dan/ atau diakui keberadaan Desa.
(2) Wilayah Provinsi, Kabupaten/ Kota, dan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daratan
kecuali ditetapkan lain dalam undang-undang pembentukan daerah.
(3) Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berkedudukan sebagai Wilayah Administrasi.

Pasal 4
(1) Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditujukan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dengan mempertimbangkan aspek peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, prakarsa, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, efisiensi, akuntabilitas dan
pengembangan demokrasi, pertahanan dan keamanan serta daya saing daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Pelayanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk terjaminnya penyediaan
pelayanan dasar yang efisien dan efektif.
(3) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk meningkatkan
kesehatan dan kemampuan di bidang pendidikan dan keterampilan, komunikasi, ekonomi, dan sosial
kemasyarakatan.
(4) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta untuk pengembangan kesadaran berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(5) Daya saing Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk meningkatkan keunggulan
masing-masing Daerah dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.



RGS Mitra Page 4 of 91

Pasal 5
Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) memperhatikan ciri dan keragaman
daerah serta kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Pasal 6
Penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, produktif, dan
akuntabel melalui upaya -upaya koordinasi, pembinaan, pengawasan, dan kerjasama antar tingkat
pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah.
Pasal 7
(1) Penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menimbulkan adanya
hubungan antar tingkat pemerintahan, antar Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Desa, dan hubungan
antara Pemerintah Daerah dengan pengelola kawasan khusus.
(2) Hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan/ atau Desa;
b. hubungan antar Pemerintah Provinsi;
c. hubungan antar Pemerntah Kabupaten/ Kota dalam satu Provinsi;
d. hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/ Kota;
e. hubungan antar Pemerintah Desa dalam satu Kabupaten/ Kota;
f. hubungan antar Pemerintah Daerah lainnya.
(3) Jenis hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup hubungan kewilayahan; wewenang;
administrasi; pemanfaatan sumber daya; dan hubungan keuangan dengan memperhatikan adanya
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang tidak diserahkan kepada Daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 8
Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (3) dapat dilimpahkan kepada Gubernur dan/ atau kepala instansi vertikal berdasarkan asas
dekonsentrasi, atau ditugaskan kepada Provinsi, Kabupaten, Kota, dan/ atau Desa berdasarkan asas tugas
pembantuan.

Bagian Keempat
Kawasan Khusus

Pasal 9
(1) Untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus, berskala nasional,
dan atau kepentingan nasional, pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah Provinsi
dan/ atau Kabupaten/ Kota.
(2) Fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk kepentingan
pertahanan negara, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau
tertentu, ekonomi dan perdagangan, pelestarian warisan budaya dan cagar alam, pengembangan riset
dan teknologi, lembaga pemasyarakatan, dan/ atau kepentingan strategis nasional lainnya.

Pasal 10
Untuk meningkatkan daya siang daerah, pemerintah Provinsi dan atau pemerintah Kabupaten/ Kota dapat
menetapkan kawasan khusus berskala regional dalam wilayah Provinsi atau berskala lokal dalam wilayah
Kabupaten/ Kota.

Pasal 11
Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB III
PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, PENGHAPUSAN DAERAH,
DAN PERUBAHAN BATAS DAERAH



RGS Mitra Page 5 of 91

Pasal 12
(1) Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dengan
mempertimbangkan faktor kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan potensi daerah, tingkat
kesejahteraan rakyat, sumber daya manusia, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas
wilayah, pertahanan, dan keamanan.
(2) Faktor kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan, potensi daerah, dan tingkat kesejahteraan rakyat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan faktor utama.
(3) Faktor sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, sumber daya manusia, luas wilayah, pertahanan
dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan faktor penunjang.
(4) Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui tahapan pengkajian oleh
pemerintah, pertimbangan DPOD, penyusunan Rancangan Undang-undang pembentukan Daerah.
(5) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Propinsi sekurang-kurangnya
mencakup 7 (tujuh) Kabupaten/ Kota dan untuk membentuk Kabupaten/ Kota sekurang-kurangnya
mencakup 7 (tujuh) kecamatan.
(6) Kabupaten/ Kota atau kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya telah
berusia 5 (lima) tahun.
(7) Propinsi atau Kabupaten/ Kota Induk yang telah menjadi lebih dari satu Provinsi atau Kabupaten/ Kota
baru diresmikan.
(8) Propinsi atau Kabupaten/ Kota hasil pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk
daerah baru lagi sekurang-kurangnya setelah 10 (sepuluh) tahun sejak peresmiannya.
(9) Calon Daerah ditetapkan menjadi Daerah apabila hasil masing -masing skor pada calon Daerah maupun
Daerah induk sekurang -kurangnya di atas nilai minimal kelulusan.

Pasal 13
(1) Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan digabung dengan
daerah lain.
(2) Penghapusan dan penggabungan daerah otonom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi kemampuan daerah otonom dalam menyelenggarakan otonomi daerah.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai dasar untuk menentukan bentuk dan cara
pembinaan dari Pemerintah kepada daerah otonom.
(4) Pedoman evaluasi kemampuan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 14
(1) Pembentukan serta penghapusan dan penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan
Pasal 13 ditetapkan dengan Undang-Undang.
(2) Ketentuan mengenai kriteria, persyaratan, dan tatacara pembentukan serta penghapusan dan
penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, serta perubahan batas
daerah dan pemindahan ibukota Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Pemindahan ibukota Daerah, perubahan nama Daerah, perubahan nama ibukota, pemberian nama
bagian rupa bumi, dan perubahan batas Daerah yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah,
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
HUBUNGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN
DAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH

Bagian Kesatu
Hubungan Wewenang
Pasal 15
(1) Urusan pemerintahan yang dapat diserahkan kepada Daerah dibagi antara Pemerintah, Provinsi, dan
Kabupaten/ Kota berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, efisiensi, dengan memperhatikan
keserasian hubungan antar tingkat pemerintahan sesuai dengan kepentingan, aspirasi, dan prakarsa
masyarakat setempat berdasarkan peraturan perundang -undangan.
(2) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah ada yang bersifat wajib dan pilihan.
(3) Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai
dengan penyerahan sumber pendanaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.
(4) Urusan pemerintahan yang tidak diserahkan adalah ruursan pemerintahan dalam bidang hubungan luar
negeri, yustisi, pertahanan, keamanan, moneter, fiskal nasional, agama, dan bagian tertentu urusan


RGS Mitra Page 6 of 91

pemerintahan lainnya.
(5) Bagian tertentu urusan pemerntahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) mencakup:
a. pengaturan mengenai norma, standar dan prosedur penyelenggaraan urusan Pemerintah dan
kebijakan lain yang berskala nasional;
b. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c. manajemen Pegawai Negeri Sipil yang berskala nasional;
d. urusan pemerintah yang bersifat:
1) penciptaan stabilitas nasional untuk peningkatan kemakmuran dan perlindungan rakyat serta
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara;
2) lintas negara dan lintas Provinsi;
3) strategis yang berskala nasional;
4) pengakuan kewarganegaraan dan keimigrasian;
5) penegakan peraturan perundang- undangan dan kebijakan nasional serta sosialisasinya pada
tingkat nasional dan internasional;
6) perlindungan Hak- hak Asasi Manusia;
7) peningkatan kualitas pelayanan umum dan adil bagi semua warga negara;
8) penyediaan pelayanan umum yang berupa dokumen negara yang seragam/ sama bagi semua
penduduk;
9) peningkatan efisiensi atas terselenggaranya pelayanan masyarakat yang berskala nasional;
10) penciptaan iklim yang kondusif untuk menjalin kerjasama antar provinsi dan antar negara
dalam mengembangkan perekonomian nasional;
11) penggunaan/ pengelolaan teknologi yang memiliki resiko tinggi;
12) pengelolaan dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk kepentingan
nasional;
13) penyebaran sumber daya manusia profesional yang strategis secara nasional;
14) penyediaan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang berskala nasional dan
internasional;
15) penyediaan tenaga kerja yang mempunyai daya saing nasional dan internasional;
16) pelestarian aset nasional;
17) pengamanan pelaksanaan dan sosialisasi perjanjian internasional atas nama negara;
18) penetapan dan pengamanan kebijakan perdagangan luar negeri;
19) prasarana dan sarana nasional;
20) penetapan kriteria pahlawan nasional;
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang tidak diserahkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16
(1) Provinsi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan diberi wewenang oleh
Pemerintah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dengan kriteria pembagian urusan
pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) yang cakupannya berskala
regional.
(2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan
sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah.
(3) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. pengendalian lingkungan hidup yang berdampak regional;
b. pengelolaan perkembangan dan administrasi kependudukan yang berskala regional;
c. penanganan wabah penyakit menular dan serangan hama yang cakupannya regional;
d. perencanaan struktur tata ruang wilayah provinsi, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
ruang wilayah provinsi serta penatagunaan tanah dan penataan ruang lintas Kabupaten/ Kota;
e. perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian pembangunan dalam cakupan
regional;
f. pendidikan dan pelatihan bidang tertentu dan alokasi sumber daya manusia potensial yang
cakupannya regional;
g. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di wilayah Provinsi;
h. penyediaan pelayanan sosial untuk menanggulangi masalah-masalah sosial lintas Kabupaten/
Kota;
i. pelayanan bidang ketenagakerjaan untuk menanggulangi masalah-masalah ketenagakerjaan


RGS Mitra Page 7 of 91

lintas Kabupaten/ Kota;
j. melaksanakan pelayanan dasar yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh Kabupaten/ Kota
yang tata cara pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
k. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang memiliki nilai ekonomis
lebih tinggi dibandingkan bila dilaksanakan oleh Kabupaten/ Kota; dan
l. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang diserahkan lebih lanjut
oleh pemerintah.

(4) Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan
minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(5) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah urusan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unggulan
Daerah.

Pasal 17
(1) Kabupaten dan Kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah
diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan selain urusan
pemerintahan yang diatur dalam asal 15 ayat (4) dan (5) serta Pasal 16, dengan kriteria pembagian
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
(2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan
sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah.
(3) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelayanan dasar yang berkaitan dengan:
a. perlindungan hak-hak konstitusional warga negara;
b. perlindungan kepentingan nasional yang ditetapkan berdasarkan konsensus nasional dalam
kerangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kesejahteraan masyarakat,
ketentraman dan ketertiban umum; dan
c. pemenuhan komitmen nasional yang berkaitan dengan perjanjian dan konvensi internasional.

(4) Pelayanan dasar sebagaimana dimaksud ayat (3) meliputi:
a. pendidikan dan olah raga;
b. kesehatan;
c. prasarana dan sarana dasar;
d. ketentraman dan ketertiban umum seperti: penegakan peraturan daerah, penanganan gangguan sosial,
kerukunan antar warga;
e. penanganan masalah sosial ekonomi rakyat setempat;
f. penanganan penyandang masalah sosial;
g. pelayanan untuk masyarakat pencari kerja;
h. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
i. jaminan keselamatan umum;
j. memfasilitasi adanya pelayanan dasar yang disediakan oleh pihak di luar Pemerintah Daerah; dan
k. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh undang-undang.

(5) Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan
minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(6) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa urusan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unggulan Daerah
sebagai dasar pengembangan daya saing daerah.
(7) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilaksanakan oleh Daerah setelah mendapat
pengakuan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Hubungan wewenang dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 diwujudkan dalam bentuk koordinasi, pembinaan, pengawasan,
dan kerja sama dengan memperhatikan hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan perundang -undangan. Bagian Kedua

Hubungan Pemanfaatan Sumber Daya


RGS Mitra Page 8 of 91

Pasal 19
(1) Hubungan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya mencakup pengelolaan jenis
sumber daya dan faktor produksi; bagi hasil, dan pelestarian lingkungan hidup berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengelolaan jenis sumber daya dan faktor produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dalam bentuk penyerahan, pelimpahan, dan penugasan serta pemberian kuasa kepada pihak
ketiga, dari Pemerintah kepada Daerah, atau kerja sama antara Pemerintah dan Daerah dan/ atau antar
Daerah.
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Pasal 20

(1) Daerah dapat diberikan kewenangan oleh Pemerintah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber
daya lainya di wilayah laut dalam bidang dan batas tertentu.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.

Bagian Ketiga
Hubungan Keuangan

Paragraf Kesatu
Umum

Pasal 21
(1) Hubungan keuangan antar tingkat pemerintahan dapat meliputi:
a. pendanaan urusan pemerintah yang didesentralisasikan;
b. pendanaan urusan pemerintah yang didekonsentrasikan; dan
c. pendanaan urusan pemerintah yang ditugas-pembantuankan.
(2) Hubungan keuangan antar Daerah mempertimbangkan adanya:
a. penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;
b. penyelenggaraan urusan pemerintahan yang mempunyai eksternalitas melampaui batas wilayah suatu
Daerah;
c. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya oleh beberapa Daerah secara bersama; dan
d. kerja sama antar Daerah.
(3) Hubungan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk hubungan:
a. pendanaan urusan pemerintah yang menjadi tanggung jawab bersama;
b. pembiayaan bersama.
(4) Masing-masing Daerah yang terikat dengan hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) wajib berkoordinasi dan menyediakan pendanaan atau pembagian hasil yang dirangkum dalam
APBD.
(5) Pedoman hubungan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan peraturan perundang -undangan. Paragraf Kedua

Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Diserahkan
Pasal 22
(1) Pendanaan urusan pemerintah yang diserahkan berupa pendanaan secara langsung dan tidak langsung
dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah.
(2) Pendanaan secara langsung untuk urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi dana perimbangan, bantuan dan hibah.
(3) Pendanaan secara tidak langsung terhadap urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah dana yang diperoleh dari pelaksanaan hak:
a. memungut pajak dan retribusi daerah;
b. mengelola kekayaan Daerah;
c. mengelola kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
d. dari sumber-sumber pendapatan lainnya yang sah.
(4) Ketentuan mengenai dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Undang-
undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Paragraf Ketiga


RGS Mitra Page 9 of 91

Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Tidak Diserahkan
Pasal 23
(1) Pendanaan pelaksanaan tugas dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersumber dari
APBN yang merupakan bagian angaran Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.
(2) Pendanaan pelaksanaan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersumber dari APBN
yang merupakan bagian anggaran Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.

Bagian Keempat
Hubungan Kewilayahan
Pasal 24
(1) Hubungan kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilaksanakan untuk
mewujudkan hubungan antara wilayah administrasi dengan daerah otonom, dan kawasan khusus
sebagai satu kesatuan wilayah negara.
(2) Pengaturan hubungan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Daerah mencakup
kegiatan yang dilaksanakan oleh kawasan khusus, urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daerah,
dan hubungan kewilayahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Hubungan Administrasi
Pasal 25
(1) Hubungan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilaksanakan untuk mewujudkan
hubungan manajemen pemerintahan antar tingkat pemerintahan yang serasi, pengelolaan dokumen
negara dan dokumen publik yang baku.
(2) Hubungan manajemen pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek koordinasi,
perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, dan pengawasan di bidang personil, pendanaan serta
sarana dan prasarana.
(3) Pedoman tentang hubungan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), diatur
sesuai dengan peraturan perundang -undangan.
BAB V
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Bagian Pertama
Pembentukan dan Susunan Pemerintahan Daerah
Pasal 26
(1) Dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibentuk dan disusun lembaga pemerintahan daerah yang
terdiri dari Pemerintah Daerah dan DPRD.
(2) Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat
Daerah.
(3) DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari anggota partai politik peserta Pemilu yang
dipilih melalui Pemilu berdasarkan peraturan perundang -undangan.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Daerah
Pasal 27
Dalam menyelenggarakan otonomi daerah, Daerah mempunyai hak:
a. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya nasional yang berada di Daerah oleh Pemerintah
atau yang dikuasakan/ diberi ijin;
b. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
c. mengelola kekayaan daerah; dan
d. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

Pasal 28
Dalam penyelenggaraan otonomi, Daerah mempunyai kewajiban:
a. menyediakan pelayanan umum;
b. mengembangkan sumber daya produktif di daerahnya;
c. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
d. melindungi masyarakat;
e. melestarikan nilai- nilai sosio-kultural;
f. mengembangkan kehidupan demokrasi;
g. mengembangkan keadilan dan pemerataan;


RGS Mitra Page 10 of 91

h. melestarikan lingkungan hidup;
i. mengelola perkembangan dan administrasi kependudukan;
j. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya;
k. menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional, serta tegak dan utuhnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia; dan
l. berperan serta dalam pembangunan nasional.
Pasal 29
(1) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 diwujudkan dalam bentuk
rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk belanja, pendapatan, dan pembiayaan
Daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan Daerah.
(2) Pengelolaan keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif,
akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pemerintah Daerah

Paragraf Pertama
Kepala Daerah
Pasal 30
(1) Setiap Daerah dipimpin oleh Kepala Pemerintah Daerah yang disebut Kepala Daerah.
(2) Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Provinsi disebut Gubernur, untuk
Kabupaten disebut Bupati, dan untuk Kota disebut Walikota.
(3) Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh satu orang Wakil Kepala Daerah.
(4) Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk Provinsi disebut Wakil Gubernur,
untuk Kabupaten disebut Wakil Bupati dan untuk Kota disebut Wakil Walikota.
(5) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
Pasal 31
(1) Gubernur di samping sebagai Kepala Daerah juga sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Administrasi.
(2) Wilayah kerja Gubernur sebagai Wakil Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut
Wilayah Provinsi yang juga merupakan wilayah Daerah Provinsi.
Pasal 32
(1) Dalam menyelenggarakan asas dekonsentrasi, Pemerintah melimpahkan sebagian wewenangnya
kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah untuk mengurus urusan pemerintahan tertentu.
(2) Sebagian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilimpahkan kepada Gubernur
meliputi:
a. melestarikan dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan menciptakan, memelihara
kesatuan dan kerukunan nasional, serta menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memelihara konsistensi dan keserasian antara kebijakan Pemerintah dengan kebijakan Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/ Kota di wilayahnya untuk memelihara dan menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. penerapan dan penegakan peraturan perundang -undangan;
d. sosialisasi peraturan perundang -undangan dan kebijaksanaan nasional di daerah;
e. koordinasi regional di bidang perencanaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan
pemerintah daerah;
f. penetapan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan ketentraman dan ketertiban umum di
wilayahnya;
g. pengawasan terhadap Peraturan Daerah, keputusan Kepala Daerah, dan Keputusan DPRD serta
Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/ Kota;
h. pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Daerah Kabupaten/ Kota;
i. fasilitasi dan supervisi Kabupaten/ Kota dalam menyelenggarakan otonomi daerah;
j. fasilitasi dan supervisi penyelenggaraan pemerintahan desa;
k. pembinaan dan pengawasan manajemen kepegawaian daerah di wilayahnya;
l. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten dan Kota;
m. pengkajian sebagai dasar pertimbangan mengenai pembentukan, penghapusan, penggabungan
Daerah, perubahan batas Daerah, pemberian nama bagian rupa bumi, perubahan nama Kabupaten/
Kota, dan Pemindahan Ibu Kota Kabupaten dalam wilayahnya;


RGS Mitra Page 11 of 91


n. Penserasian dan penyelarasan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah di wilayahnya;
o. Pengawasan terhadap proses pemilihan Kepala Daerah Kabupaten/ Kota;
p. Melantik Bupati/ Walikota atas nama Presiden;
q. Fasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antar Kabupaten/ Kota dalam Provinsi;
r. Penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum tertampung oleh instansi pemerintah.
(3) Pelimpahan urusan pemerintahan selain yang dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(4) Gubernur dalam melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dapat menunjuk atau menugaskan Pejabat Pemerintah sebagai pelaksananya.
(5) Gubernur dalam melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
wajib mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaannya kepada Pemerintah.
(6) Tata cara penyelenggaraan dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 33
Kedudukan keuangan Gubernur selaku wakil pemerintah untuk melaksanakan tugas dekonsentrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Paragraf Kedua
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 34
Pemilikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, adil, dan beradab.
Pasal 35
Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Warga Negara Republik Indonesia sejak
kelahirannya, dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain, yang memenuhi persyaratan:
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
e. belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah selama 2 (dua) kali masa
jabatan dalam jabatan yang sama;
f. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun bagi Gubernur/ Wakil Gubernur, dan 30 (tiga
puluh) tahun bagi Bupati/ Wakil Bupati dan Walikota/ Wakil Walikota;
g. mempunyai kecakapan dan pengetahuan di bidang pemerintahan;
h. tidak sedang dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan;
i. berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan atau sederajat;
j. bukan bekas anggota organisasi terlarang, termasuk Partai Komunis Indonesia dan organisasi
massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI atau tindakan makar lainnya;
k. tidak sedang dicabut hak pilihnya;
l. tidak dalam status terdakwa dan atau terpidana dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
m. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
n. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan melalui media komunikasi massa
yang ada di daerah setempat;
o. menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta
keluarga kandung, suami atau istri; dan
p. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah.

Pasal 36
(1) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan yang diawasi
oleh Panitia Pengawas Pemilihan yang masing-masing dibentuk oleh DPRD dengan Keputusan DPRD.
(2) Anggota Panitia Pemilihan sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari unsur anggota DPRD, KPUD, dan
anggota masyarakat.
(3) Anggota Panitia Pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur
Kepolisian, Kejaksaan, dan masyarakat.
(4) Kegiatan Panitia Pemilihan dan Panitia Pengawas Pemilihan didukung oleh pendanaan dari Anggaran


RGS Mitra Page 12 of 91

Pemerintah Daerah dan Pemerintah.
Pasal 37
(1) Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan melalui tahap persiapan, pencalonan,
pelaksanaan pemilihan, pengesahan dan pelantikan.
(2) Tahap persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembentukan panitia pemilihan;
b. penyusunan tata tertib pemilihan;
c. pengesahan tata tertib pemilihan;
d. pengumunan pendaftaran pemilihan.
(3) Tahap pencalonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penjaringan dan seleksi administratif pasangan bakal calon;
b. pemaparan visi dan misi pasangan bakal calon;
c. penetapan pasangan bakal calon;
d. konsultasi pasangan bakal calon;
e. penetapan pasangan calon;
f. penetapan daftar pemilih.
(4) Tahap pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPUD yang
meliputi:
a. penetapan tata cara dan waktu pelaksanaan kampanye;
b. penetapan tata cara pelaksanaan pemungutan suara;
c. pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan, PPS, dan KPPS;
d. pelaksanaan pemungutan suara;
e. penetapan rekapitulasi hasil perhitungan suara;
f. penyerahan Berita Acara hasil perhitungan suara;
g. penetapan pasangan calon terpilih;
h. pengusulan calon terpilih untuk mendapatkan pengesahan.

(5) Tahap pengesahan dan pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengesahan;
b. pelantikan.
(6) Tata cara pelaksanaan tahapan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 38
(1) Penjaringan bakal calon dilaksanakan oleh masing-masing artai Politik atau Gabungan Partai Politik
yang memperoleh kursi di DPRD sekurang -kurangnya 15% dari jumlah anggota DPRD.
(2) Pasangan Bakal Calon yang telah diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dicalonkan lagi oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik lainnya.
(3) Selain pengajuan pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan pasangan
bakal calon lain dengan persayaratan adanya dukungan sekurang-kurangnya 1% dari jumlah pemilih.
(4) Pengajuan pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diusulkan oleh:
a. anggota DPRD sekurang-kurangnya 1/10 dari jumlah anggota DPRD yang bersangkutan yang
partainya secara sendiri atau bergabung dengan partai lain tidak mengusulkan pasangan bakal calon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
b. pasangan bakal calon sendiri;
c. partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang tidak mendapat kursi di dalam DPRD
yang bersangkutan; atau
d. organisasi kemasyarakatan lain dan organisasi profesi yang telah diakui keberadaannya berdasarkan
peraturan perundang-undangan.

(5) Terhadap pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan verifikasi
administratif dan uji kemampuan oleh panitia pemilihan.
(6) Hasil penelitian oleh panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Keputusan DPRD
dan diberitahukan secara tertulis kepada Pimpinan Partai Politik atau Pimpinan Partai-Partai Politik
gabungan atau kepada bakal calon lain dan kepada unsur yang mengajukan bakal calon yang
bersangkutan.
(7) Pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikonsultasikan kepada Pemerintah.


RGS Mitra Page 13 of 91

(8) Berdasarkan hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), DPRD menetapkan sekurang -
kurangnya 2 (dua) pasangan calon dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) pasangan calon dengan nama dan
orang yang berbeda.
(9) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat
(6), ayat (7), dan ayat (8) ditetapkan dalam Tata Tertib Pemilihan yang berpedoman kepada Peraturan
Pemerintah.

Pasal 39
(1) Menteri Dalam Negeri memberitahukan kepada Kepala Daerah dan DPRD mengenai akan berakhirnya
masa jabatan Kepala Daerah 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir.
(2) Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan pertanggungjawaban akhir
masa jabatan kepada pemerintah 4 (empat) bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 40
(1) Pemungutan suara dilakukan 2 (dua) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir.
(2) Hasil pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetakan selambat-lambatnya 5 (lima)
hari sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir.

Pasal 41
(1) Kampanye Pemilihan dilaksanakan sebagai tahapan pemilihan pasangan calon.
(2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang ditunjuk
oleh pasangan calon.

Pasal 42
(1) Dana untuk kampanye menjadi tanggungan pasangan calon dan dengan batas tertentu dapat diperoleh
dari:
a. pasangan calon;
b. partai Politik atau gabungan Partai Politik yang mencalonkan; dan
c. sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan atau badan
hukum swasta.
(2) Dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimasukkan rekening khusus dan
didaftarkan kepada KPUD.

Pasal 43
Pejabat Negara, Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional dalam jabatan negeri, dan Pemerintah Desa atau
sebutan lain dilarang memberikan fasilitas dan bertindak yang dapat menguntungkan atau merugikan salah
satu pasangan calon selama masa waktu kampanye.

Pasal 44
(1) Pemungutan suara pemilihan pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
diselenggarakan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir.
(2) Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
KPUD setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri untuk Pemilihan Gubernur/ Wakil
Gubernur, dan Gubernur untuk Bupati/ Wakil Bupati atau Walikota/ Wakil Walikota.
(3) Pelaksanaan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebanyak-banyaknya
dua kali putaran.
Pasal 45
(1) Pasangan calon Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan
pasangan calon dengan sediktnya 25% suara di setiap kabupaten/ kota yang tersebar di lebih dari
setengah jumlah Kabupaten/ Kota dalam wilayah Provinsi yang bersangkutan diumumkan sebagai calon
terpilih.
(2) Pasangan calon Bu[ati/ Walikota yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam
pemilihan pasangan calon dengan sedikitnya 25% suara di setiap kecamatan yang tersebar di lebih dari
setengah jumlah Kecamatan dalam wilayah/ kota diumumkan sebagai calon terpilih
(3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) belum terpenuhi, pemilihan
pasangan calon untuk putaran kedua dilaksanakan dengan peserta pasangan calon yang memperoleh


RGS Mitra Page 14 of 91

suara terbanyak pertama dan kedua.
(4) Apabila peserta pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) memperoleh suara yang sama, pasangan itu diikutkan pada putaran kedua.
(5) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dalam putaran kedua yang
memperoleh suara terbanyak diumumkan sebagai Caon terpilih dengan berita acara yang ditandatangani
oleh Ketua KPUD.
(6) Pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan atau ayat (5) ditetapkan
dengan keputusan pimpinan DPRD.
(7) Pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diusulkan oleh DPRD kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri untuk pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada
Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dan/ atau
Walikota dan Wakil Walikota untuk pengesahan.

Pasal 46
(1) Dalam hal calon Kepala Daerah terpilih meninggal dunia atau berhalangan tetap, calon Wakil Kepala
Daerah terpilih dilantik menjadi Kepala Daerah.
(2) Untuk mengisi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang
diusulkan oleh Kepala Daerah yang berasal dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
menang pada saat pemilihan.
(3) Dalam hal Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari calon lain (independen)
selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih Wakil Kepala Daerah oleh DPRD dari 2
(dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang diambil dari calon lain (independen) yang
diajukan oleh masyarakat dan disetujui sebagai calon oleh DPRD.
Pasal 47
(1) Dalam hal calon Wakil Kepala Daerah terpilih meninggal dunia atau berhalangan tetap, calon Kepala
Daerah terpilih tetap dilantik.
(2) Untuk mengisi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang
diusulkan oleh Kepala Daerah yang berasal dari Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang
menang pada saat pemilihan.
(3) Dalam hal Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari calon lain
(independen) selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari harus sudah dipilih Wakil Kepala Daerah oleh
DPRD dari 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang diambil dari calon lain
(independen) yang diajukan oleh masyarakat dan disetujui sebagai calon oleh DPRD.
Pasal 48
Dalam hal pasangan calon terpilih meninggal dunia atau berhalangan tetap, DPRD menerapkan pasangan
calon terpilih yang mendapatkan suara terbanyak berikutnya dan mengusulkan kepada pemerintah untuk
mengesahkan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Pasal 49
(1) Presiden mengesahkan pengangkatan pasangan calon terpilih dan mengesahkan pemberhentian
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota masa jabatan
sebelumnya.
(2) Presiden dapat melimpahkan kepada Mentrei Dalam Negeri untuk mengesahkan pengangkatan
pasangan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota dan mengesahkan
pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota masa jabatan sebelumnya.

Pasal 50
(1) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota sebelum memangku
jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/ janji dipandu oleh Pejabat yang melantik.
(2) Sumpah/ janji Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
berikut:
a. Sumpah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota: "Demi Allah, saya
bersumpah akan memenuhi kewajiban Kepala Daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota (Wakil Kepala
Daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa".


RGS Mitra Page 15 of 91

b. Janji Kepala/ Wakil Kepala Daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota: "Saya berjanji dengan sungguh -
sungguh akan memenuhi kewajiban Kepala Daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota (Wakil Kepala Daerah
Provinsi/ Kabupaten/ Kota) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang -
Undang Dasar dan menjalankan segala Undang -Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya
serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa".

Pasal 51
(1) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk untuk
bertindak atas nama Presiden.
(2) Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi untuk
Gubernur dan Wakil Gubernur, oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota untuk Bupati dan Wakil Bupati dan
Walikota dan Wakil Walikota.
(3) Penyelenggaraan pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di gedung DPRD atau di gedung
Pemerintah Daerah atau di tempat lain yang dipandang layak.
(4) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalankan masa
jabatan selama 5 (lima) tahun sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan
yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
(5) Tata cara pelantikan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf Ketiga
Wewenang, Tugas dan Kewajiban Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 52
Kepala Daerah mempunyai wewenang dan tugas:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama
DPRD dan peraturan perundang-undangan;
b. mengupayakan terlaksananya kewajiban Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 28, dan
Pasal 29;
c. menetapkan peraturan daerah dengan persetujuan bersama DPRD;
d. menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas
bersama; dan
e. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya.

Pasal 53
(1) Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas:
a. membantu Kepala Daerah dalam bidang koordinasi kegiatan perangkat daerah, penyusunan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah, tindak lanjut laporan dan/ atau temuan hasil pengawasan
aparat pengawasan, pelaksanaan pemberdayaan perempuan dan pemuda, upaya pengembangan dan
pelestarian sosial-budaya dan lingkungan hidup;
b. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi Wakil Kepala
Daerah Provinsi;
c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan, desa, dan/ atau
kelurahan bagi Wakil Kepala Daerah Kabupaten/ Kota;
d. memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Daerah dalam penyelenggaraan kegiatan
Pemerintah Daerah;
e. melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan daerah lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah;
dan
f. mewakili Kepala Daerah dalam melaksanakan tugasnya apabila Kepala Daerah berhalangan.

(2) Dalam melaksanakan tuas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wakil Kepala Daerah bertanggung
jawab kepada Kepala Daerah.

Pasal 54
(1) Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54,
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah mempunyai kewajiban:


RGS Mitra Page 16 of 91


a. mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan
perundang-undangan;
c. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan dalam
pembinaan kemasyarakatan;
d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan daerah;
e. meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat di daerah;
f. menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
h. memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
i. menjalin kerja sama di antara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan semua instansi yang
ada di Daerah dalam melaksanakan tugas;
j. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait; dan
k. mengembangkan daya saing daerah.

(2) Kepala Daerah selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkewajiban pula
untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Presiden, dan memberikan
keterangan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD dalam pelaksanaan tugas desentralisasi dan
menginformasikan dokumen atau hasil laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
masyarakat.
(3) Dokumen laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri
Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/ Walikota sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun,
atau apabila Kepala Daerah memandang perlu, atau apabila diminta oleh Pemerintah.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 55
Dokumen laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) digunakan Pemerintah sebagai dasar
pertimbangan penilaian penyelenggaraan pemerintahan Daerah berdasarkan kriteria dan tolak ukuran yang
ditetapkan dan sebagai bahan pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 56
(1) Kepala Daerah menyampaikan laporan pelaksanaan kebijakan Daerah kepada DPRD.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai APBD disampaikan dalam sidang
paripurna yang bersifat terbuka untuk umum.
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dalam
peraturan daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Paragraf Keempat
Larangan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Pasal 57
Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dilarang:
a. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik Negara/ Daerah, atau dalam
yayasan bidang apapun juga;
b. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya,
kroninya, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang secara nyata bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan
golongan masyarakat lain;
c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, yang berhubungan dengan daerah yang bersangkutan;
d. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/ atau jasa dari pihak lain
yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di pengadilan selain yang dimaksud dalam
dalam Pasal 52; dan
f. merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, merangkap jabatan sebagai anggota DPRD,
maupun menjadi hakim pada badan peradilan, dan ketentuan larangan yang ditetapkan dalam peraturan


RGS Mitra Page 17 of 91

perundang-undangan.

Paragraf Kelima
Pemberhentian Kepala Daerah
Pasal 58
(1) Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diberhentikan karena:
a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik Pejabat yang baru;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap;
c. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35;
d. dinyatakan melanggar sumpah/ janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2);
e. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1); dan
f. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57.
(3) Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
diusulkan oleh DPRD dengan keputusan DPRD setelah diberitahukan oleh Pimpinan DPRD dalam
Rapat Paripurna.
(4) Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
diusulkan oleh DPRD dengan keputusan DPRD setelah melalui rapat Paripurna yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

Pasal 59
(1) Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara oleh Pemerintah tanpa melalui
usulan DPRD apabila diduga melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang belum mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(2) Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Pemerintah tanpa melalui usulan
DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman sekurang-
kurangnya 5 (lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
(3) Dalam hal Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah dinyatakan tidak bersalah berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Pemerintah merehabilitasi Kepala
Daerah/ Wakil Kepala Daerah.

Pasal 60
(1) Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara dari jabatannya oleh
Pemerintah tanpa melalui usulan DPRD, karena diduga melakukan makar dan/ atau perbuatan lain yang
dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Pemerintah tanpa usulan DPRD
karena terbukti melakukan makar dan/ atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(3) Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah melalui
proses peradilan ternyata tidak terbukti melakukan makar dan/ atau perbuatan lain yang dapat memecah
belah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah merehabilitasi Kepala Daerah/ Wakil Kepala
Daerah.
(4) Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
diusulkan oleh DPRD dengan keputusan DPRD setelah melalui rapat Paripurna yang dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

Pasal 61
(1) Dalam hal Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah diduga melakukan tindakan pelanggaran
ketentuan pidana yang mengakibtakan krisis kepercayaan publik yang luas dan melibatkan tanggung


RGS Mitra Page 18 of 91

jawabnya, DPRD dapat menggunakan Hak Angket.
(2) Penggunaan Hak Angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapat
persetujuan rapat Paripurna DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap Kepala Daerah dan/ atau
Wakil Kepala Daerah.
(3) Dalam hal ditemukan bukti-bukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
DPRD menyerahkan proses penyelesaiannya keada Aparat Penegak Hukum sesuai peraturan
perundang-undangan.
(4) Apabila seorang Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah dinyatakan bersalah karena melakukan
tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara berdasarkan
Putusan Pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), DPRD mengusulkan pemberhentian sementara dengan keputusan DPRD.
(5) Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah menetapkan
pemberhentian sementara Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah.
(6) Apabila seorang Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4) DPRD
mengusulkan pemberhentian dengan keputusan DPRD.
(7) Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemerintah memberhentikan
Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah.
(8) Dalam hal Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (6), DPRD
mengusulkan rehabilitasi Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah yang bersangkutan dengan keputusan
DPRD.
(9) Berdasarkan keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Pemerintah merehabilitasi Kepala
Daerah/ Wakil Kepala Daerah.
(10)Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat
(5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan
berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 62
(1) Apabila Kepala Daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1), Pasal
60 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (4), Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala
Daerah sampai ada keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Apabila Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat
(1), Pasal 60 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (4), Pemerintah menetapkan Pejabat atas usul Kepala Daerah
untuk melaksanakan tugas dan kewajiban Wakil Kepala Daerah sampai ada keputusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(3) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (1), Pasal 60 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (4), Pemerintah menetapkan Pejabat
Gubernur dan menetapkan Pejabat Bupati/ Walikota atas usul Gubernur sampai ada keputusan
pengadilan yang elah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 63
(1) Apabila Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1),
Pasal 59 ayat (2) dan Pasal 60 ayat (2), jabatan Kepala Daerah diganti oleh Wakil Kepala Daerah
sampai berakhir masa jabatan Kepala Daerah yang digantikannya yang proses pelaksanaannya
didasarkan atas usulan DPRD dengan Keputusan DPRD dan disahkan oleh Pemerintah.
(2) Dalam hal Wakil Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
ayat (1), Pasal 59 ayat (2) dan Pasal 60 ayat (2) dan/ atau untuk pengisian jabatan Wakil Kepala Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sudah dipilih oleh
DPRD dari 2 (dua) orang calon yang diusulkan oleh Kepala Daerah yang berasal dari Partai Politik atau
gabungan Partai Politik yang menang pada saat pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
(3) Dalam hal Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) berasal dari calon independen,
selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sudah dipilih oleh DPRD dari 2 (dua) orang calon yang
diusulkan oleh Kepala Daerah yang diambil dari calon yang berasal dari pihak yang mengusulkan.

Pasal 64
(1) Tindakan penyidikan terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya
persetujuan tertulis dari Presiden.


RGS Mitra Page 19 of 91

(2) Hal -hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau
b. dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun.
(3) Setelah tindakan penyidikan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan, harus dilaporkan kepada
Presiden selambat-lambatnya dalam 2 kali 24 jam.
Paragraf Keenam
Perangkat Daerah
Pasal 65
(1) Perangkat Daerah Provinsi terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, dan
Lembaga Teknis Daerah;
(2) Perangkat Daerah Kabupaten/ Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, Camat, dan Lurah;
(3) Susunan organisasi perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu dengan berpedoman kepada
Peraturan Pemerintah.
(4) Pengendalian organisasi Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Pemerintah untuk
Provinsi dan oleh Gubernur untuk Kabupaten/ Kota berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(5) Formasi dan persyaratan jabatan Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.

Pasal 66
(1) Sekretariat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) dipimpin oleh
Sekretaris Daerah.
(2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan kewajiban membantu
Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah, dan lembaga teknis
daerah dalam hal teknis penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(3) Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekretaris Daerah
bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.

Pasal 67
(1) Sekretaris Daerah diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.
(2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan Peraturan Perundang -undangan.
(3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Kabupaten/ Kota diangkat dan
diberhentikan oleh Bupati/ Walikota atas persetujuan Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 68
(1) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) dipimpin oleh Sekretaris
DPRD yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah dengan pertimbangan Pimpinan DPRD
dari PNS yang memenuhi persyaratan.
(2) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;
b. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;
c. mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan
d. mengkoordinasi dan menyediakan tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD sesuai dengan
kemampuan keuangan Daerah.
(3) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara teknis
operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD dan secara administratif
bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
(4) Susunan organisasi Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan
Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 69
(1) Dinas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) merupakan unsur pelaksana
otonomi daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas.
(2) Kepala Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui
Sekretaris Daerah.


RGS Mitra Page 20 of 91


Pasal 70
(1) Lembaga teknis daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) merupakan unsur
pendukung tugas Kepala Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat
spesifik, dapat berbentuk Badan atau Kantor.
(2) Badan atau Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Kepala Daerah atau Kepala
Kantor yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 71
(1) Kecamatan dibentuk di wilayah kerja Bupati/ Walikota dengan Peraturan Daerah berpedoman kepada
Peraturan Pemerintah.
(2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian
urusan otonomi daerah.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Camat juga menyelenggarakan tugas-tugas
pemerintahan umum meliputi:
a. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
b. mengkoordinasikan pemberdayaan masyarakat;
c. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan masyarakat;
d. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
e. membina penyelenggaraan pemerintahan Desa dan/ atau Kelurahan;
f. mengkoordinasikan instansi ataupun pejabat yang ruang lingkup tugasnya ada pada tingkat
wilayah Kecamatan.

(4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/ Walikota dari Pegawai Negeri Sipil
yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan emmenuhi persyaratan lain.
(5) Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu
oleh perangkat Kecamatan, dan bertanggung jawab kepada Bupati/ Walikota melalui Sekretaris Daerah
Kabupaten/ Kota.
(6) Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada Camat.
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau Wlaikota dengan berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.

Pasal 72
(1) Kelurahan dibentuk di wilayah kerja Camat dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan
Pemerintah.
(2) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Lurah.
(3) Lurah mempunyai tugas:
a. pelayanan masyarakat;
b. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
c. penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; dan
d. pemberdayaan masyarakat;
(4) Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/ Walikota atas usul Camat dari
Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan
lain.
(5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah bertanggung jawab kepada
Bupati/ Walikota melalui Camat.
(6) Lurah dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibantu oleh perangkat
kelurahan.
(7) Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bertanggung jawab kepada Lurah.
(8) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk
lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(9) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan
ayat (7) ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau Walikota sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Bagian Keempat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


RGS Mitra Page 21 of 91

Pasal 73
Pengaturan mengenai DPRD sepanjang belum diatur dalam peraturan perundang -undangan lain diatur
dalam undang-undang ini.
Pasal 74
Tugas dan wewenang DPRD selain yang diatur dalam peraturan perundang -undangan yang lain, juga
meliputi:
a. menyaring pasangan bakal calon;
b. menetapkan pasangan calon; dan
c. membahas rancangan peraturan daerah bersama Pemerintah Daerah.

Pasal 75
(1) Pimpinan DPRD terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang Wakil Ketua untuk
DPRD Provinsi dan 2 (dua) orang Wakil Ketua untuk DPRD Kabupaten/ Kota, yang dipilih dari dan
oleh anggota DPRD dalam Sidang Paripurna DPRD, dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
(2) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh Menteri Dalam Negeri bagi
Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD Provinsi, dan oleh Gubernur bagi Ketua dan Wakil-wakil Ketua
DPRD Kabupaten/ Kota, atas nama Presiden.
(3) Unsur Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari fraksi yang sama.
(4) DPRD yang mempunyai kurang dari 4 (empat) fraksi bagi Provinsi dan 3 (tiga) fraksi bagi Kabupaten/
Kota dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 76
(1) Setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam Fraksi.
(2) Jumlah anggota setiap Fraksi sebagaimna dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sama dengan
jumlah alat kelengkapan DPRD.
(3) Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari partai politik yang tidak cukup membentuk
satu Fraksi, wajib bergabung dengan Fraksi yang ada atau dapat membentuk Fraksi Gabungan.

Pasal 77
(1) DPRD membentuk Komisi dan Panitia untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya.
(2) Jumlah Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maksimal 5 (lima) Komisi untuk DPRD Provinsi
dan 4 (empat) Komisi untuk DPRD Kabupaten/ Kota.
(3) Jumlah Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan jumlah anggota Komisi,
program/ kegiatan dan kemampuan anggaran.

Pasal 78
(1) DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) kali dalam satu tahun.
(2) Rapat-rapat dapat dilakukan selain sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) atas permintaan
sekurang-kurangnya seperlima dari jumlah anggota atau dalam hal-hal tertentu atas permintaan Kepala
Daerah.
(3) Hasil rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Keputusan DPRD dan hasil
rapat Pimpinan DPRD ditetapkan dalam keputusan Pimpinan DPRD.
(4) Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada yat (3) tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum.
(5) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dievaluasi oleh Pemerintah untuk
penetapan kebijakan lebih lanjut.

Pasal 79
(1) Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali yang dinyatakan tertutup berdasarkan
Peraturan Tata Tertib DPRD atau atas kesepakatan diantara Pimpinan DPRD.
(2) Rapat tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengambil keputusan, kecuali:
a. pemilihan Ketua/ Wakil Ketua DPRD;
b. penetapan pasangan calon Kepala Daerah;
c. persetujuan rancangan Peraturan Daerah;
d. anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e. penetapan, perubahan, penghapusan pajak dan retribusi daerah;
f. utang piutang, pinjaman dan pembebanan kepada daerah;
g. Badan Usaha Milik Daerah;


RGS Mitra Page 22 of 91


h. Penghapusan taguhan sebagian atau seluruhnya;
i. Persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai;
j. Kebijakan tata ruang;
k. Kerjasama antar daerah;
l. Pemberhentian dan penggantian Ketua/ Wakil Ketua DPRD;
m. Penggantuan antar waktu anggota DPRD;
n. Usulan pengangktan dan pemberhentian Kepala/ Wakil Kepala Daerah; dan
o. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas
desentralisasi.

Pasal 80
(1) DPRD menetapkan kode etik anggota DPRD untuk pelaksanaan wewenang, tugas, dan kewajibannya;
(2) Kode etik anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang -kurangnya memuat:
a. pengertian kode etik;
b. tujuan kode etik;
c. pengaturan sikap, perilaku, ucapan, tata kerja, tata hubungan antar lembaga pemerintahan daerah dan
antar anggota serta antara anggota DPRD dengan pihak lain;
d. hal-hal yang layak, baik, wajar dan sepantasnya dilakukan atau sebaliknya yang menggambarkan
kepribadian dan tanggung jawab yang harus dipedomani setiap angota DPRD;
e. sopan santun penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, sanggahan; dan
f. etika lain yang wajib dipatuhi oleh anggota DPRD.

Pasal 81
(1) Badan Kehormatan DPRD dibentuk oleh DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD.
(2) Anggota Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah ganjil, sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak -banyaknya 7 (tujuh) orang, terdiri dari unsur anggota DPRD dan
unsur luar DPRD.
(3) Pimpinan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang Ketua
dan Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan.
(4) Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh sekretariat yang secara
fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD.

Pasal 82
(1) Anggota DPRD yang diberhentikan karena tidak melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap sebagai anggota DPRDD, tidak lagi memnuhi syarat-syarat sebagai anggota DPRD,
dan dinyatakan melanggar sumpah/ janji, kode etik DPRD dan/ atau tidak melaksanakan kewajiban
anggota DPRD, diproses oleh Badan Kehormatan DPRD.
(2) Proses yang dilakukan oleh Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan yang didasarkan atas pengaduan Pimpinan DPRD,
pimilih dan/ atau masyarakat.
(3) Pengaduan Pimpinan DPRD, pemilih, dan/ atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Badan Kehormatan DPRD melaluk Sekretaris DPRD.

Pasal 83
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73, Pasal 74, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, Pasal
79, Pasal 80, Pasal 81, dan Pasal 82, diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Dearah
Pasal 84
(1) Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dengan melibatkan masyarakat
luas dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan Peraturan Daerah lain.
(3) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah diundangkan dalam Lembaran
Daerah oleh Kepala Daerah.


RGS Mitra Page 23 of 91

(4) Khusus Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pajak Daerah, retribusi Daerah, Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, dan tata ruang Daerah sebelum diundangkan dalam Lembaran Daerah harus
dievaluasi oleh Pemerintah.
(5) Setiap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur setelah diundangkan
dalam Lembaran Daerah didaftarkan kepada Pemerintah untuk Provinsi dan kepada Gubernur untuk
Kabupaten/ Kota.

Pasal 85
Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum,
seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar.

Pasal 86
Peraturan Daerah dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda sebanyak -
banyaknya Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk
Daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 87
(1) Untuk melaksanakan Peraturan Daerah dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, Kepala Daerah
menetapkan Keputusan Kepala Daerah.
(2) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan daerah, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 88
(1) Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur diundangkan dengan
menempatkan dalam Lembaran Daerah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai kekuatan hukum dan mengikat setelah
diundangkan dalam Lembaran Daerah.

Pasal 89
Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, dan
Pasal 88, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 90
Untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat Daerah yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pasal 91
Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh Pejabat
Penyidik dan Penuntut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam
Kepegawaian Daerah
Pasal 92
(1) Pelaksanaan manajemen PNS Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dalam
satu kesatuan penyelenggaraan manajemen PNS secara nasional.
(2) Pelaksanaan manajemen PNS Daerah sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian.

Pasal 93
(1) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan manajemen PNS Daerah.
(2) Dalam rangka pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah dapat
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 94
(1) Gaji dan tunjangan PNS Daerah dibebankan pada APBD yang bersumber dari Alokasi Dasar dalam
Dana Alokasi Umum.


RGS Mitra Page 24 of 91

(2) Standar gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemerintah.
(3) Penghitungan dan penyesuaian besaran Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akibat
pengangkatan, pemberhentian dan pemindahan Pegawai Negeri Sipil dalam dan/ atau antar Provinsi,
Kabupaten/ Kota dilaksanakan setiap tahun sekali.
(4) Penghitungan Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Undang-
Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Bagian Ketujuh
Perencanaan Daerah

Paragraf Kesatu
Lingkup Perencanaan Daerah
Pasal 95
(1) Lingkup perencanaan daerah meliputi:
a. Perencanaan Daerah jangka panjang;
b. Perencanaan Daerah jangka menengah; dan
c. Perencanaan Daerah tahunan.

(1) Perencanaan jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan arah kebijakan
pembangunan daerah dalam dimensi waktu tertentu
(2) Rencana jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan rencana kerja
pemerintah daerah yang selanjutnya disebut Rencana Stratejik Daerah, disusun pada awal periode
jabatan Kepala Daerah.
(3) Rencana Stratejik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Daerah
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah pelantikan Kepala Daerah.
(4) Rencana Stratejik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat visi, misi, tujuan, sasaran,
program dan kegiatan, dan indikator kinerja berdasarkan pada kondisi, potensi, dan keanekaragaman
Daerah, dengan mempertimbangkan perencanaan nasional, perencanaan Daerah sekitarnya, dan
perencanaan Provinsi bagi Kabupaten/ Kota.
(5) Rencana Tahunan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan arah kebijakan
umum APBD yang terdiri dari sasaran, program, kegiatan prioritas dan indikator kinerja yang
merupakan hasil penjabaran rencana strategik disesuaikan dengan dinamika perkembangan yang terjadi.
(6) Pedoman penyusunan Rencana Jangka Panjang, Rencana Jangka Menengah, dan Rencana Tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 96
(1) Arah Kebijakan Umum dan prioritas anggaran menggambarkan kondisi ekonomi, sosial, politik, hasil
penjaringan aspirasi masyarakat, hasil evaluasi pelaksanaan APBD tahun anggaran sebelumnya, serta
prioritas dan plafon anggaran tahunan.
(2) Rencana Tahunan Daerah yang merupakan arah kebijakan umum dan prioritas anggaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Kepala Daerah dan diketahui oleh Pimpinan DPRD sebagai dasar
penyusunan rancangan APBD.
(3) Pedoman penyusunan Arah Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedelapan

Keuangan Daerah

Paragraf Kesatu
Umum

Pasal 97
(1) Kepala Daerah adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah.
(2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah melimpahkan
sebagian kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan termasuk penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan Daerah kepada pejabat perangkat daerah.
(3) Pelimpahan sebagian kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip
pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima/ mengeluarkan uang.
(4) Pedoman penyusunan perencanaan, pelaksanaan termasuk penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan Daerah dan atta cara pelaksanaan ketentuan


RGS Mitra Page 25 of 91

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 98
Hak Keuangan dan Administratif Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Paragraf Kedua
Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan
Pasal 99
(1) Sumber Pendapatan daerah terdiri atas:
a. pendapatan asli Daerah;
b. dana perimbangan; dan
c. lain -lain pendapatan Daerah yang sah.

(2) Pendapatan Asli Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. hasil pajak daerah;
b. hasil retribusi daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. lain -lain pendapatan asli Daerah yang sah.

(3) Pajak Daerah dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b ditetapkan
dengan Undang-undang yang pelaksanaannya di Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
(4) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan
dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain diluar yang telah ditetapkan
Undang-undang.
Pasal 100
(1) Dana Perimbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 terdiri dari:
a. Dana Bagi Hasil;
b. Dana Alokasi Umum; dan
c. Dana Alokasi Khusus.
(2) Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dialokasikan dari APBN
kepada Daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk:
a. mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional;
b. mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.
(3) Penyusunan program dan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah dan pengusulan DAK dari
Daerah yang disampaikan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan
oleh Gubernur.

Pasal 101
(1) Pemerintah Daerah dapat membentuk, menggabungkan, melepaskan kepemilikan atau membubarkan
badan usaha milik daerah.
(2) Pemerintah Daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu badan usaha milik Pemerintah dan/
atau non Pemerintah.
(3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada fihak
lain, dan/ atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik Daerah.
(4) Pelaksanaan Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan
Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan perundang -undangan.

Pasal 102
(1) Belanja Daerah diprioritaskan untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan
Pasal 17 dan dalam kerangka pelaksanaan kewajiban Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
(2) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan analisa standar belanja,
standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 103


RGS Mitra Page 26 of 91

Pemerintah Daerah dlam rangka meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/ atau
kemudahan kepada masyarakat dan investor yang diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.

Pasal 104
(1) Menteri Keuangan menetapkan julah kumulatf defisit anggaran Daerah secara nasional.
(2) Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian Defisit anggaran setiap Daerah, berdasarkan jumlah
kumulatif defisit Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal Daerah mengalami defisit anggaran, sumber pembiayaannya dapat dipenuhi dari:
a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu;
b. dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan;dan
d. pinjaman daerah. Pasal 105

(1) Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (3) huruf d bersumber dari Pemerintah,
Pemerintah Daerah lain, lembaga perbankan/ non perbankan, dan/ atau masyarakat.
(2) Daerah dalam melakukan pinjaman mempertimbangkan batas maksimal pinjaman daerah secara
nasional untuk tahun anggaran berjalan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Daerah dalam melakukan pinjaman sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib memenuhi persyaratan:
a. Jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75% dari jumlah
penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
b. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman berdasarkan proyeksi
penerimaan dan pengeluaran daerah selama jangka waktu peminjaman; dan
c. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman.
(4) Pengendalian atas batas maksimal pinjaman daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
terpenuhinyapersyaratan pinjaman daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh
Pemerintah.

Pasal 106
(1) Pinjaman daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD kecuali pinjaman jangka
pendek dalam rangka menjaga likuiditas Kas Daerah.
(2) Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman yang berasal dari luar negeri secara langsung.
(3) Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar
negeri dari Pemerintah.
(4) Untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan, Daerah dapat menerbitkan obligasi yang
dinyatakan dalam mata uang rupiah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4)
obligasi Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf Ketiga
APBD
Pasal 107
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan Daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai
1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Pasal 108
(1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
anggaran pembiayaan.
(2) Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut
organisasi, fungsi, dan jenis pendapatan/ belanja.
(3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) dirinci menurut sumber dan penggunaan
pembiayaan.

Pasal 109
(1) Jumlah pendapatan yang dicantumkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional
yang dapat dicpai untuk setiap sumber pendapatan.
(2) Jumlah belanja yang dicantumkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja.
(3) Jumlah pembiayaan yang dicantumkan dalam APBD sama dengan jumlah surplus/ defisit anggaran.


RGS Mitra Page 27 of 91

Pasal 110
(1) Kepala Daerah dalam penyusunan RAPBD menjabarkan lebih lanjut Arah Kebijakan Umum serta
prioritas dan plafon anggaran tahun anggaran berkenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (3)
sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Angaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.
(2) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pejabat Pengguna Anggaran menyusun Rencana Kerja
dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk tahun berikutnya berdasarkan penjabaran Arah
Kebijakan Umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dengan pendekatan kinerja.
(3) Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
(4) Kepala Daerah menyampaikan Rancangan peraturan Daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan.
(5) Tata cara penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan daerah berdasarkan pedoman yang
ditetapkan Pemerintah.

Pasal 111
(1) Kepala Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.
(2) Rancangan Peratiran Daeran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas bersama oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD berdasarkan Arah Kebijakan Umum sebagaimana dimaksud Pasal 97 ayat (3), serta
prioritas dan plafon anggaran.
(3) Pengambilan keputusan bersama antara DPRD dan Kepala Daerah terhadap Rancangan Peraturan
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum
tahun anggaran yang berkenaan dilaksanakan.
(4) Atas dasar keputusan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah menyiapkan
Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD dan Rancangan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah.
(5) Tata cara penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), diatur dalam Peraturan Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan
Pemerintah.

Pasal 112
(1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3)
dan Rancangan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
110 ayat (40 sebelum disahkan oleh Gubernur, disampaikan terlebih dahulu kepada Pemerintah untuk
dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada Pemerintah Provinsi
yang bersangkutan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi dan Rancangan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 884 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi dan Rancangan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disahkan oleh
Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur.
(4) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2) dan Pasal 87 ayat (2), Pemerintah menyampaikan
pemberitahuan disertai dengan alasan-alasannya.
(5) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Gubernur bersama DPRD
menyempurnakannya.
(6) Gubernur berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mengesahkan
Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD, menetapkan Keputusan Gubernur tentang Penjabaran APBD
dan Keputusan Gubernur tentang Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).
(7) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah belum menyampaikan hasil
evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD disahkan menjadi Peraturan Daerah dan
Rancangan Keputusan Gubernur tentang Penjbaran APBD ditetapkan menjadi Keputusan Gubernur.


RGS Mitra Page 28 of 91


Pasal 113
(1) Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111
ayat (3) dan Rancangan Keputusan Bupati/ Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 111 ayat (4) sebelum disahkan oleh Bupati/ Walikota, disampaikan terlebih dahulu kepada
Gubernur untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kembali kepada Pemerintah
Kabupaten/ Kota yang bersangkutan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota dan Rancangan Keputusan Bupati/ Walikota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 84 ayat (2), dan Pasal 87 ayat (2), maka Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/ Kota dan Rancangan Keputusan Bupati/ Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disahkan oleh Bupati/ Walikota menjadi Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati/ Walikota.
(4) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2), dan Pasal 87 ayat (2), Gubernur menyampaikan
pemberitahuan disertai dengan alasan-alasannya.
(5) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Bupati/ Walikota bersama DPRD
menyempurnakannya.
(6) Bupati/ Walikota berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
mengesahkan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota tentang APBD, menetapkan Keputusan Bupati/
Walikota tentang Penjabaran APBD dan Keputusan Bupati/ Walikota tentang Dokumen Pelaksanaan
Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak
diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(7) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur belum menyampaikan hasil
evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota tentang APBD disahkan menjadi Peraturan
Daerah dan Rancangan Keputusan Bupati/ Walikota tentang Penjabaran APBD ditetapkan menjadi
Keputusan Bupati/ Walikota.
(8) Gubernur menyampaikan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota tentang APBD
dan Keputusan Bupati/ Walikota mengenai Penjabaran APBD kepada Pemerintah.

Pasal 114
(1) DPRD apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) tidak mengambil
keputusan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, Pemerintah Daerah dapat
melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk
membiayai keperluan setiap bulan yang diuangkan dalam Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD.
(2) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah
memperoleh pengsahan dari Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan Gubernur bagi Kabupaten/ Kota.
(3) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya untuk
memperoleh persetujuan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD tidak
disetujui DPRD.
(4) Apabila dalam batas waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya Rancangan Keputusan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD, Menteri Dalam Negeri/ Gubernur belum memberikan
pengesahan, Rancangan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD daat ditetapkan menjadi
Keutusan Kepala Daerah
(5) Keputusan Kepala Daerah mengenai penjabaran APBD pada ayat (4) dijadikan dasar penetapan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran satuan kerja perangkat daerah.

Paragraf Keempat
Belanja DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 115
(1) Belanja DPRD terdiri dari belanja Pimpinan dan anggota DPRD serta belanja Sekretariat DPRD.
(2) Belanja Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menunjang
penyelenggaraan tugas, wewenang, dan kewajiban DPRD.
(3) Belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam Rencana Kerja dan


RGS Mitra Page 29 of 91

Anggaran Sekretariat DPRD berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.
(4) Belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 116
(1) Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah digunakan untuk menunjang penyelenggaraan tugas,
wewenang, dan kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi.
(2) Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan
dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekretariat Daerah berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan oleh
Kepala Daerah.
(3) Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai
dengan peraturan perundang -undangan.
Paragraf Kelima
Perubahan APBD

Pasal 117
(1) Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi,
antarkegiatan, dan antarjenis belanja; dan
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
pembiayaan anggaran yang berjalan.

(2) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, disertai
penjelasan dan dokumen -dokumen pendukungnya kepada DPRD.
(3) Pengambilan keputusan mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD dilakukan pada waktu yang menurut ukuran rasional
dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
(4) Peraturan Daerah mengenai Perubahan APBD dan Keputusan Kepala Daerah mengenai Penjabaran
Perubahan APBD sebelum dilaksanakan, dievaluasi yang tata caranya mengikuti ketentuan proses
penetapan Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD.
(5) Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dapat melakukan pengeluaran belanja
untuk penanggulangan keadaan darurat yang terjadi setelah tanggal penetapan Peraturan Daerah tentang
Perubahan APBD dan melaporkannya dalam Laporan Realisasi APBD.

Paragraf Keenam
Penata-usahaan Keuangan Daerah

Pasal 118
(1) Semua penerimaan dan pengeluaran APBD dilakukan melalui reekning Kas Daerah yang dikelola oleh
Bendahara Umum Daerah.
(2) Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD, diterbitkan surat Keputusan Otorisasi oleh Kepala Daerah
atau Surat Keputusan lain yang berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi.
(3) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut
tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam anggaran Daerah.
(4) Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD, dan Pejabat Daerah lainnya,
dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja Daerah untuk tujuan-tujuan lain dari yang
telah ditetapkan dalam APBD.

Pasal 119
(1) Kepala Daerah atas persetujuan DPRD dapat meakukan suatu tindakan pengeluaran mendahului
pengesahan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD untuk pengeluaran yang tidak tersedia atau
tidak cukup tersedia dalam APBD sehingga diperlukan perubahan anggaran, kecuali pengeluaran untuk
penanggulangan keadaan darurat.
(2) Tindakan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Kepala
Daerah dengan menyatakan alasan -alasannya yang kuat apabila penundaan atas pengeluaran-
pengeluaran tersebut akan merugikan kepentingan Daerah.



RGS Mitra Page 30 of 91

Pasal 120
(1) Uang milik Daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/ atau diinvestasikan
dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah.
(2) Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang:
a. penghapusan tagihan Daerah, sebagian atau seluruhnya; dan
b. penyelesaian perkara perdata.
(3) Bunga Deposito, bunga atas penempatan uang di Bank, jasa giro, dan/ atau bunga atas investasi jangka
pendek merupakan pendapatan Daerah.

Paragraf Ketujuh
Pertanggungjawaban APBD
Pasal 121
(1) Kepala Daerah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD
berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK dan/ atau aparat pengawas fungsional
pemerintah secara berjenjang.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang -kurangnya meliputi Laporan
Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri
dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 122
(1) Laporan Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1)
disampaikan kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang
bersangkutan untuk dievaluasi dalam rangka meningkatkan kinerja pemerntah daerah.
(2) Bahan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat
(1) berasal dari pelaksanaan anggaran Pemerintah Daerah dan DPRD yang tata cara penyediaannya
diatur berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.
(3) Laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1)
disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan kepada Gubernur bagi Kabupaten/ Kota.
(4) Ringkasan Laporan Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (1)
dipublikasikan kepada masyarakat.
Paragraf Kedelapan
Pengelolaan Barang Milik Daerah

Pasal 123
(1) Tata cara pengadaan barang dan jasa Pemerintah Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah
berpedoman pada ketentuan perundang-undangan.
(2) Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan tentang tindakan hukum
mengenai barang milik atau hak daerah.
(3) Barang milik Daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijual,
diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau digadaikan, kecuali dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(4) Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan pelelangan kecuali dalam hal-hal
tertentu.
(5) Pelepasan barang milik Daerah dalam bentuk hibah, penyertaan modal, kemitraan atau dijual dilakukan
setelah dihapuskan dari inventaris kekayaan Daerah.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tindakan hukum mengenai barang milik atau hak Daerah diatur
lebih lanjut dlam Peraturan Pemerintah.

Pasal 124
(1) Barang milik Daerah yang tidak memiliki nilai ekonomis dapat dihapuskan dari daftar inventaris
Daerah untuk dijual, dihibahkan dan/ atau dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan.
(2) Pengelolaan barang milik Daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.

Paragraf Kesembilan


RGS Mitra Page 31 of 91

Dana Cadangan
Pasal 125
(1) Pemerintah Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu.
(2) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penerimaan Daerah, kecuali Dana
Alokasi Khusus (DAK), Dana Darurat, dan Pinjaman.
(3) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah
yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah.
(4) Sumber penerimaan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengeluaran atas beban
dana cadangan diadministrasikan dalam APBD.

Paragraf Kesepuluh
Pengaturan tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 126
(1) Ketentuan tentang pokok -pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Peraturan Daerah
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(2) Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah
berpedoman pada Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Kesembilan
Kerjasama Daerah
Pasal 127
(1) Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama antar -Daerah yang diatur dengan keputusan bersama
Kepala Daerah.
(2) Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja
sama dengan badan lain yang diatur dengan keputusan bersama.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) yang membebani APBD dan masyarakat
harus mendapatkan persetujuan DPRD.
(4) Pedoman pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayta (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 128
(1) Pemerintah Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga/ badan
di luar negeri setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Tata cara kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesepuluh
Penyelesaian Perselisihan
Pasal 129
(1) Perselisihan antar Kabupaten/ Kota dalam satu Provinsi diselesaikan oleh Gubernur selaku Wakil
Pemerintah.
(2) Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Pemerintah.
(3) Keputusan Pemerintah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan keputusan yang bersifat final.

Pasal 130
(1) Perselisihan antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/ Kota di wilayahnya, antar Provinsi,
maupun antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/ Kota di luar wilayahnya diselesaikan oleh
Menteri Dalam Negeri.
(2) Apabila salah satu pihak tidak mau menerima keputusan penyelesaian perselisihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pihak tersebut dapat mengajukan penyelesaian kepada Presiden.

Bagian Kesebelas
Kawasan Perkotaan
Pasal 131
Kawasan perkotaan dibentuk dan diakui dalam rangka menyediakan fasilitas pusat pelayanan dan distribusi
pelayanan masyarakat dengan mempertimbangkan proses akulturasi masayarakat perkotaan serta mengakui,
menghormati, melindungi adat istiadat, warisan budaya, dan modal sosial sesuai perkembangan masyarakat


RGS Mitra Page 32 of 91

setempat.
Pasal 132
(1) Kawasan Perkotaan dikelompokkan dalam kawasan perkotaan yang merupakan:
a. Kota;
b. bagian Daerah Kabupaten;
c. perubahan dari kawasan Perdesaan menjadi kawasan Perkotaan;
d. bagian dari dua atau lebih Daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, dan fisik
perkotaan.
(2) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola oleh Pemerintah Kota.
(3) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikelola oleh Pemerintah
Kabupaten atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggung jawab pada Bupati.
(4) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dalam hal penataan ruang dan
penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh Daerah terkait.
(5) Kawasan Perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikelola oleh lembaga metropolitan
yang dibentuk oleh Kabupaten/ Kota di kawasan metropolitan.
Pasal 133
Urusan pemerintahan di kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota/ Kabupaten, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/ perangkat Kelurahan di kawasan
tersebut.
Pasal 134
Kawasan perkotaan diklasifikasikan berdasarkan kriteria tertentu ke dalam bentuk kawasan perkotaan
besar, sedang, dan kecil.
Pasal 135
(1) Pemerintah Daerah dalam mengembangkan Kawasan Perkotaan, mengikutsertakan masyarakat
termasuk swasta.
(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi proses akulturasi masyarakat perkotaan dengan tetap mengakui,
menghormati, melindungi adat istiadat dan warisan budaya, serta modal sosial sesuai perkembangan
masyarakat setempat.
(3) Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan perkotaan berperan secara aktif dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban.
Pasal 136
Ketentuan lebih lanjut mengenai kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 131, Pasal 132,
Pasal 133, Pasal 134 dan Pasal 135, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keduabelas
Pemerintahan Desa

Paragraf Kesatu
Pembentukan, Penghapusan, dan/ atau Penggabungan Desa
Pasal 137
(1) Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/ atau digabung berdasarkan kriteria tertentu dengan memperhatikan
asal usulnya dan atas prakarsa masyarakat.
(2) Desa dibentuk dan diakui dalam rangka pelayanan masyarakat dengan menyelenggarakan urusan
pemerintahan dan mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan urusan yang sudah ada pada
kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup sesuai
perkembangan masyarakat setempat.
(3) Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh Kepala Desa dengan
persetujuan Badan Perwakilan Desa induk.
(4) Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan
persetujuan Badan Perwakilan Desa.
(5) Penggabungan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Kepala Desa dengan
persetujuan Badan Perwakilan Desa masing-masing.
(6) Pembentukan, penghapusan dan/ atau penggabungan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal 138
(1) Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) di Kabupaten/ Kota dapat dirubah statusnya
menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Perwakilan Desa yang
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(2) Pendanaan yang diakibatkan dari perubahan status Desa menjadi Kelurahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibebankan pada APBD Kabupaten/ Kota yang bersangkutan.


RGS Mitra Page 33 of 91

Paragraf Kedua
Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa
Pasal 139
(1) Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa yang merupakan lembaga
pemerintahan desa.
(2) Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Desa dan perangkat Desa.
(3) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang
memenuhi syarat.
(4) Calon Kepala Desa yang terpilih dengan mendapatkan dukungan suara terbanyak, sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati/ Walikota.
(5) Masa jabatan Kepala Desa adalah 5 (lima) tahun.
(6) Kepala Desa dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 140
Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang
memenuhi syarat-syarat:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang -Undang Dasar 1945;
c. tidak pernah terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, G30S/PKI dan/ atau kegiatan organisasi terlarang lainnya;
d. berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan/ atau berpengetahuan yang
sederajat;
e. berumur sekurang -kurangnya 25 tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. berkelakuan baik, jujur, dan adil;
h. tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana;
i. tidak dalam status terdakwa dan atau terpidana dalam perkara tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
j. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
k. tidak sedang menjadi anggota partai politik;
l. belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa selama dua kali;
m. mengenal desanya dan dikenal oleh masyarakat di Desa setempat;
n. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; dan
o. memenuhi syarat-syarat lain yang sesuai dengan adat istiadat yang diatur dalam Peraturan Daerah.
Pasal 141
(1) Kepala Desa dilantik oleh Bupati/ Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk.
(2) Sebelum memangku jabatannya Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan
sumpah/ janji.
(3) Susunan kata-kata sumpah/ janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/ berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala
Desa dengan sebaik -baiknya, sejujur-jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam
mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan
kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara serta segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Pasal 142
Kewenangan Desa mencakup:
a. kewenangan yang sudah melekat pada desa;
b. kewenangan sesuai peraturan perundang -undangan;
c. tugas pembantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
d. penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh Pemerintah dan/ atau
Pemerintah Daerah.
Pasal 143
Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;
b. memberdayakan masyarakat desa;
c. membina perekonomian desa;
d. memelihara ketentraman dan ketertiban serta kerukunan masyarakat desa;
e. mendamaikan perselisihan masyarakat di desa;
f. menyusun dan membahas Peraturan Desa bersama Badan Perwakilan Desa, dan mensahkan Peraturan


RGS Mitra Page 34 of 91

Desa;
g. membuat Keputusan Kepala Desa untuk melaksanakan Peraturan Desa;
h. menggali dan mengembangkan serta melestarikan adat istiadat yang beradab; dan
i. mewakili Desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.
Pasal 144
Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 Kepala Desa:
a. menyampaikan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/
Walikota melalui Camat; dan
b. menyampaikan keterangan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada
Badan Perwakilan Desa. Pasal 145

Kepala Desa dilarang:
a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya,
kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan
merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negra dan golongan masyarakat lain;
b. melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, yang berhubungan dengan jabatannya;
c. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/ atau jasa dari pihak lain
yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
d. merangkap jabatan sebagai anggota Badan Perwakilan Desa dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
e. menjadi anggota partai politik; dan
f. melakukan kegiatan lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 146
(1) Kepala Desa berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru;
b. tidak lagi memenuhi syarat dan/ atau melanggar sumpah/ janji;
c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap;
d. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah -rendahnya 5 (lima) tahun;
(3) Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), oleh Bupati/ Walikota
atas usul Badan Perwakilan Desa.

Pasal 147
(1) Dalam hal Kepala Desa berhenti sementara, Sekretaris Desa ditunjuk oleh Bupati/ Walikota untuk
melaksanakan tugas sehari-hari.
(2) Dalam hal Kepala Desa berhenti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dan/ atau
diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, Sekretaris
Desa ditunjuk oleh Bupati/ Walikota sebagai pelaksana tugas Kepala Desa selama-lamanya 1 (satu)
tahun.
(3) Badan Perwakilan Desa melaksanakan pemilihan Kepala Desa selambat-lambatnya dalam waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa, Badan Perwakilan Desa
menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa.
Pasal 148
(1) Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk Desa yang memenuhi persyaratan.
(2) Pimpinan Badan Perwakilan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota.
(3) Badan Perwakilan Desa bersama Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa.
(4) Badan Perwakilan Desa melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.
(5) Masa jabatan Anggota Badan Perwakilan Desa adalah 5 (lima) tahun.
(6) Anggota BPD dilarang:
a. membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota
keluarganya, kroninya, golongan tertentu yang secara nyata bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara
dan golongan masyarakat lain;


RGS Mitra Page 35 of 91

b. melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan/ atau jasa dari pihak
lain yang patut diduga akan mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
c. merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan
d. menjadi anggota partai politik.

Pasal 149
(1) Dalam penetapan Peraturab Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (3), Badan Perwakilan
Desa dan Kepala Desa memperhatikan aspirasi masyarakat dan mengakui, menghormati, melindungi,
memberdayakan kesatuan -kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
(2) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
umum, peraturan yang sederajat dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
(3) Peraturan Desa sebelum ditetapkan, disosialisasikan kepada masyarakat.
Paragraf Ketiga
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pasal 150
(1) Pemberdayaan masyarakat desa dilaksanakan melalui pendekatan keswadayaan dan partisipasi
masyarakat, kapasitas sumberdaya manusia, kelembagaan, dan kesisteman.
(2) Pendekatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara meningkatkan ketahanan dan peran serta aktif masyarakat dalam mewujudkan
kemandirian.
(3) Pendekatan kapasitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
pelatihan, pendidikan keterampilan, peningkatan kualitas hidup dan lingkungan masyarakat, pemberian
stimulan dan sarana penunjang.
(4) Pendekatan kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan membentuk lembaga
masyarakat sesuai dengan kebutuhan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
(5) Pendekatan kesisteman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan yang
berpihak dan melindungi masyarakat serta peningkatan kemampuan manajemen.
Paragraf Keempat
Keuangan Desa
Pasal 151
(1) Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Desa berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban.
(2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja dan
pengelolaan keuangan Desa.
(3) Sumber pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. pendapatan asli Desa;
b. bagi hasil pajak dan retribusi Pemerintah Kabupaten/ Kota;
c. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota;
d. sumbangan dari pihak ketiga;
e. pinjaman Desa.
(4) Dalam pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Desa bersama Badan
Perwakilan Desa setiap tahun menetapkan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa.
(5) Pedoman penyusunan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati/ Walikota berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
(6) Pemerintah Desa dapat membentuk badan usaha milik Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(7) Pemerintah Desa dapat melakukan pungutan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Pasal 152
(1) Kepala Desa dan Perangkat Desa diberikan penghasilan tetap setiap bulannya dan/ atau tunjangan
lainnya sesuai kemampuan Keuangan Desa.
(2) Penghasilan tetap dan/ atau tunjangan lainnya yang diterima Kepala Desa dan Perangkat Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa.
(3) Anggota Badan Perwakilan Desa diberikan tunjangan sesuai kemampuan keuangan Desa. Tunjangan


RGS Mitra Page 36 of 91

yang diterima Anggota Badan Perwakilan Desa ditetapkan setiap tahun, dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa.
Paragraf Kelima
Pembinaan dan Pengawasan Desa
Pasal 153
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara fasilitasi berupa pemberian
pedoman, bimbingan, supervisi, arahan, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan, pelatihan, dan
dukungan pendanaan.
(3) Pemerintah Kabupaten/ Kota melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa.
Paragraf Keenam
Kerjasama dan Perselisihan Desa
Pasal 154
(1) Desa dapat mengadakan kerjasama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama.
(2) Dalam pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Badan Kerja
sama.
Pasal 155
(1) Perselisihan antar Desa dan/ atau antar masyarakat Desa diselesaikan oleh Camat.
(2) Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diterima, selanjutnya diselesaikan
oleh Bupati/ Walikota yang keputusan bersifat final.
Paragraf Ketujuh
Kawasan Perdesaan
Pasal 156
(1) Kawasan perdesaan dapat dibentuk di wilayah Kabupaten dan/ atau antar Kabupaten dan Kota.
(2) Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Kabupaten atau
lembaga pengelola bersama yang dibentuk oleh Kabupaten dan Kota terkait.
(3) Urusan pemerintahan di kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota, perangkat Kecamatan, Pemerintah Desa/ perangkat
Kelurahan di kawasan tersebut.
(4) Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kawasan perdesaan mengikutsertakan masyarakat dan
swasta.
(5) Masyarakat sebagai unsur pelaku pembangunan perdesaan berperan secara aktif dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban.
(6) Pengaturan lebih lanjut kawasan perdesaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 157
(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 156 diatur dengan
Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
(2) Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memperhatikan hak -hak tradisional masyarakat desa sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Peraturan Daerah mengenai Desa sebelum ditetapkan disosialisasikan kepada masyarakat.
Bagian Ketigabelas
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Pasal 158
(1) Gubernur dan atau kepala instansi vertikal menyelenggarakan urusan dekonsentrasi.
(2) Pendanaan tugas-tugas dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disalurkan kepada Gubernur dan atau instansi vertikal, dan dipertanggungjawabkan oleh Gubernur dan
atau kepala instansi vertikal kepada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri.
(3) Administrasi keuangan dalam pendanaan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam rangka pendanaan pelaksanaan
Desentralisasi.
(4) Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diadministrasikan menurut ketentuan pengelolaan APBN.
(5) Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap pengeluaran dana Dekonsentrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disetor ke Kas Negara.
(6) Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
oleh aparat pengawas fungsional pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan.


RGS Mitra Page 37 of 91

(7) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 159
(1) Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota dan Desa menyelenggarakan urusan tugas pembantuan.
(2) Pendanaan dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari
Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen disalurkan kepada dan dipertanggungjawabkan
oleh Daerah dan/ atau Desa melalui Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
menugaskannya.
(3) Administrasi keuangan dalam pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan secara terpisah dari administrasi keuangan dalam rangka pendanaan pelaksanaan
Desentralisasi.
(4) Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diadministrasikan menurut ketentuan pengelolaan APBN.
(5) Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap pengeluaran dana Tugas Pembantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor ke Kas Negara.
(6) Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh aparat pengawas fungsional pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 160
(1) Pemerintah Provinsi dapat menugaskan pemerintah kabupaten/ kota dan desa untuk menangani urusan
pemerintah provinsi menurut asas tugas pembantuan.
(2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kabupaten, Kota, atau Desa wajib disertai
dengan pendanaan melalui APBD Provinsi.
(3) Dalam hal-hal tertentu, penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Kabupaten/ Kota
atau Desa dapat menyediakan peralatan dan bantuan sumber daya manusia.
(4) Kabupaten/ Kota atau Desa yang melaksanakan tugas pembantuan wajib mempertanggungjawabkan
pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi yang bersangkutan.
Pasal 161
(1) Pemerintah Kabupaten/ Kota dapat menugaskan pemerintah desa untuk menangasi urusan pemerintah
desa menurut asas tugas pembantuan.
(2) Pendanaan Tugas Pembantuan dari Kabupaten/ Kota kepada pemerintah desa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) disalurkan kepada, dan dipertanggungjawabkan oleh Kepala Desa kepada Bupati/
Walikota.
(3) Administrasi keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara terpisah dari adminstrasi pengelolaan APPKD.
(4) Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih dari penerimaan terhadap pengeluaran dana Tugas Pembantuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah Kabupaten atau Kota yang menugaskan.
(5) Pemeriksaan pendanaan pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh aparat pengawas fungsional Pemerintah Kabupaten atau Kota yang menugaskan.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota yang bersangkutan.
Bagian Keempatbelas
Pelaporan dan Informasi Pemerintahan Daerah
Pasal 162
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah did alam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Pemerintah Daerah wajib menyusun laporan daerah yang dikelola dalam Sistem Informasi
Pemerintahan Daerah.
(2) Sistem Informasi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelimabelas
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 163


RGS Mitra Page 38 of 91

(1) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian fasilitasi dalam bentuk pemberian
pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan dan pelatihan.
(3) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan terhadap penyelenggara
pemerintahan daerah.
(4) Ruang lingkup pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi bidang
pemerintahan dalam negeri, pembangunan daerah, kepemimpinan daerah, dan bidang lainnya sesuai
dengan peraturan perundang -undangan.
(5) Pemerintah dalam rangka pembinaan dapat memberikan penghargaan kepada Daerah.
(6) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara preventif dan represif.
(7) Dalam rangka pengawasan, apabila Pemerintah Daerah melakukan pelanggaran administrasi maka
Pemerintah dapat memberikan sanksi administrasi.

Pasal 164
(1) Dalam rangka pengawasan represif, Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan
kepada Pemerintah untuk Provinsi dan kepada Gubernur untuk Kabupaten/ Kota selambat-lambatnya 15
(lima belas) hari setelah diundangkan.
(2) Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/ atau
peraturan perundang-undangan lainnya dibatalkan oleh Pemerintah.
(3) Pemerintah dapat melimpahkan kewenangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah Kabupaten/ Kota kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah.
(4) Keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), diberitahukan kepada Daerah yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan -alasannya.
(5) Selambat-lambatnya satu bulan setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
DPRD bersama Kepala Daerah membatalkan pelaksanaan Peraturan Daerah, Kepala Dearah
membatalkan pelaksanaan Keputusan Kepala Daerah.
(6) Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur dan telah dibatalkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihapus dari Lembaran Daerah dan diumumkan kepada
masyarakat oleh Pemerintah Daerah.
(7) Kabupaten/ Kota yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan
Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan keberatan kepada Menteri
Dalam Negeri.
(8) Provinsi yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala
Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan keberatan kepada Menteri Dalam
Negeri untuk selanjutnya ditetapkan keputusan final oleh Presiden.
(9) Keputusan Presiden dan Keputusan Mentrei Dalam Negeri terhadap Daerah yang tidak dapat menerima
keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final.

Pasal 165
(1) Rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD dan tata ruang sebelum ditetapkan oleh Kepala Daerah
disampaikan terlebih dahulu untuk dievaluasi kepada Pemerintah bagi Provinsi dan kepada Gubernur
bagi Kabupaten/ Kota.
(2) Rancangan Peraturan Daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sebelum ditetapkan oleh
Kepala Daerah disampaikan terlebih dahulu kepada Pemerintah untuk dievaluasi.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kembali kepada
Pemerintah Daerah yang bersangkutan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah diterimanya
Rancangan Peraturan Daerah.
(4) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan sudah sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2) Pemerintah/ Gubernur menyampaikan pemberitahuan
bahwa Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disahkan.
(5) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 85 ayat (2), Pemerintah/ Gubernur menyampaikan pemberitahuan
disertai dengan alasan -alasannya.
(6) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Pemerintah Daerah bersama DPRD
menyempurnakannya.
(7) Kepala Daerah berdasarkan hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menetapkan


RGS Mitra Page 39 of 91

Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah selambat-lambatnya dalamw aktu 15 (lima belas)
hari terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(8) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pemerintah/ Gubernur belum menyampaikan
hasil evaluasi, Rancangan Peraturan Daerah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.

Pasal 166
Pemerintah melakukan klarifikasi, penyelidikan, pemeriksaan, dan pengusutan, terhadap permasalahan
yang timbul dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pasal 167
Pelaksanaan ketentuan mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163,
Pasal 164, Pasal 165, dan Pasal 166 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
DEWAN PERTIMBANGAN OTONOMI DAERAH
Pasal 168
(1) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, yang selanjutnya disebut DPOD mempunyai tugas memberikan
saran dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka penyelenggaraan kebijakan desentralisasi.
(2) Saran dan pertimbangan dalam penyelenggaraan kebijakan desentralisasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. penataan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
b. pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah;
c. rancangan pembentukan kawasan khusus;
d. rancangan perimbangan keuangan yang terdiri dari:
1) Perhitungan bagian masing-masing Daerah atas dana bagi hasil pajak dan sumber daya
alam sesuai dengan peraturan eprundang -undangan;
2) Formula dan Perhitungan dana alokasi umum masing-masing Daerah berdasarkan
besaran pagu dana alokasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
3) Dana alokasi khusus masing-masing Daerah untuk tahun anggaran yang akan datang
berdasarkan besaran pagu dana alokasi khusus dengan menggunakan kriteria yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
e. kemampuan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan atau menjadi
kewajibannya.
f. Sinkronisasi kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
g. Pengelolaan sumber daya manusia; dan
h. keserasian pembangunan antar daerah.
(3) DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 169
(1) DPOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1) mempunyai susunan keanggotaan yang terdiri
dari:
a. Menteri yang membidangi urusan: pemerintahan dalam negeri, keuangan, kehakiman, pertahanan,
aparatur negara, sekretariat negara, permukiman dan prasarana wilayah, perencanaan pembangunan
nasional; dan
b. 3 (tiga) wakil Pemerintah Provinsi, 3 (tiga) wakil Pemerintah Kota, dan 5 (lima) wakil Pemerintah
Kabupaten.
(2) Menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan Menteri yang membidangi keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua.
(3) Keanggotaan DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 170
(1) DPOD mengadakan sidang sekurang-kurangnya 4 (empat) kali setahun.
(2) Dalam sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua DPOD dapat mengundang Menteri tertentu
dan/ atau wakil Daerah tertentu selain Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (1) sebagai
narasumber.

Pasal 171
(1) DPOD dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sekretariat Jenderal DPOD.
(2) Sekretariat Jenderal DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretariat


RGS Mitra Page 40 of 91

Jenderal.
(3) Sekretariat Jenderal DPOD mempunyai tugas memberikan dukungan staf dan administrasi kepada
DPOD di bidang otonomi daerah dan bidang perimbangan keuangan, serta tugas lain yang diberikan
DPOD.
(4) Sekretaris Jenderal DPOD bertanggung jawab kepada Ketua DPOD.

Pasal 172
Dalam melaksanakan tugas, DPOD dapat mengangkat sejumlah tenaga ahli dan/ atau membentuk kelompok
kerja sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 173
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, persidangan, anggaran
DPOD dan Sekretariat Jenderal DPOD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169, Pasal 170, dan Pasal 171
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 174
Daerah -daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan undang-
undang ini diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang -undang lain.

Pasal 175
(1) Ketentuan mengenai pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam undang-undang ini
berlaku juga bagi Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan
Provinsi di Papua.
(2) Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan
dengan proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur.

Pasal 176
(1) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik
Indonesia, diatur dengan undang-undang tersendiri.
(2) Provinsi Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara berstatus sebagai daerah otonom Provinsi dan
wilayah administrasi.
(3) Dalam wilayah ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dibentuk daerah-daerah yang
berstatus otonom.
(4) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pengaturan:
a. Kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai ibukota Negara.
b. Tempat kedudukan perwakilan negara-negara sahabat.
c. Keterpaduan Rencana Umum Tata Ruang Jakarta dengan Rencana Umum Tata Ruang langsung
oleh Pemerintah.
d. Kawasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi Pemerintah tertentu yang dikelola
langsung oleh Pemerintah.
e. Perangkat Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan persetujuan Pemerintah
dimungkinkan berbeda dengan Daerah lain.
f. Jenis-jenis kegiatan pelaksanaan fungsi Pemerintah tertentu di Jakarta dengan ketetapan
Pemerintah ditangani dan/ atau bersama Pemerintah DKI Jakarta.
g. Keterpaduan pengelolaan pelayanan umum tertentu Jakarta dengan pelayanan umum Daerah
sekitar.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 177
Pada saat berlakunya undang-undang ini, nama, batas, dan ibukota Provinsi, Daerah Khusus, Daerah
Istimewa, Daerah Otonomi Khusus, Kabupaten, dan Kota, tetap berlaku kecuali ditentukan lain dalam
peraturan perundang-undangan.

Pasal 178
(1) Kecamatan, Kelurahan, dan Desa yang ada pada saat diundangkannya undang -undang ini tetap berlaku


RGS Mitra Page 41 of 91

sebagai Kecamatan, Kelurahan dan Desa atau yang disebut dengan nama lain, kecuali ditentukan lain dalam
peraturan perundang-undangan.
(2) Desa-desa yang ada di Kota pada saat dimulai berlakunya undang-undang ini secara bertahap
disesuaikan menjadi Kelurahan.

Pasal 179
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih sebelum diberlakukannya undang-undang ini tetap
menjalankan tugas sampai masa jabatannya berakhir.

Pasal 180
Camat, Lurah dan Kepala Desa beserta perangkat daerah tetap menjalankan tugas kecuali ditentukan lain
berdasarkan undang-undang ini.

Pasal 181
Evaluasi terhadap kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah menurut kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) akan diberlakukan bagi seluruh daerah otonom baru
termasuk yang dibentuk sebelum undang -undang ini diberlakukan.

Pasal 182
(1) Selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini, semua peraturan perundangan atau
ketentuan yang berkaitan dengan Pemerintahan Daerah sepanjang tidak bertentangan dengan undang-
undang ini dinyatakan tetap berlaku.
(2) Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan selambat-lambatnya 2
(dua) tahun setelah diundangkannya undang-undang ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 183
Pada saat berlakunya undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3839) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 184
Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undang -undang ini sudah selesai selambat-lambatnya 2 (dua)
tahun sejak undang-undang ini ditetapkan.

Pasal 185
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undangan ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR




RGS Mitra Page 42 of 91


PENJELASAN
ATAS
UNDANG -UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH

I. PENJELASAN UMUM
1. Dasar Pemikiran
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen memiliki
konsekuensi dilakukannya perubahan dalam tatanan kenegaraan termasuk dalam penyelenggaraan
pemerintahan, khususnya pemerintahan daerah. Dengan demikian UU No.22 Tahun 1999 sebagai
pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu juga disempurnakan sesuai dengan perubahan
di bidang ketatanegaraan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut juga
bertalian dengan kebijakan desentralisasi antara lain merangkum hal-hal sebagai berikut:
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah yang diatur dengan undang-undang.
2) Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3) Pemerintahan Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum.
4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing -masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis dan langsung oleh rakyat.
5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.
6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
8) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan
kota, atau antar provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
9) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumberdaya lainnya
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.

Dengan demikian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan
utama dan kuat untuk menyelenggarakan kebijakan desentralisasi khususnya dalam membentuk, menata
daerah otonom dan melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab sebagaimana
dirumuskan dalam Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Perubahan Undang-undang No.22 Tahun 1999, di samping karena Amandemen Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, juga mengingati kepada beberapa hal, antara lain:
1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/ MPR/ 1998 tersebut di
atas belum sepenuhnya benar;
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/ MPR/ 1999 tentang Garis-
Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004;
3) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/ MPR/ 2000 tentang
Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah;
4) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/ MPR/ 2001 tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam;
5) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/ MPR/ 2001 tentang
Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga
Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001;
6) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/ MPR/ 2002 tentang


RGS Mitra Page 43 of 91

Rekomendasi atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh
Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Tahun 2002;
7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/ MPR/ 2003 yang antara
lain mengamanatkan agar menindaklanjuti substansi amanat Ketetapan MPR Nomor VI/ MPR/ 2002
mengenai peninjauan kembali ketiga undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, yaitu
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, dan Undang -Undang
Nomor 34 Tahun 2000, dan merevisinya dengan tetap mempertahankan semangat otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal.

Selain itu, dari aspek lingkungan strategis yang mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan juga
diperhatikan, misalnya arus globalisasi, perdagangan bebas, tuntutan peningkatan kehidupan demokrasi,
penghormatan hak -hak asasi manusia, keterbukaan, peningkatan penegakan hukum, keadilan dan
pemerataan serta perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, Pertimbangan lain juga
perlunya penyesuaian kebijakan karena melalui kegiatan monitoring dan evaluasi juga diketahui adanya
serangkaian permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang apabila tidak segera diatasi
dikawatirkan akan menimbulkan disharmoni dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Dalam melakukan perubahan undang -undang tersebut diperhatikan pula berbagai undang-undang terkait di
bidang politik diantaranya Undang -Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang -
Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Undang -Undang
Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Selain itu juga memperhatikan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

b. Undang-undang ini pada dasarnya merupakan undang-undang perubahan, namun tetap disebut sebagai
undang -undang Pemerintahan Daerah, karena undang-undang ini pada prinsipnya mengatur mengenai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan desentralisasi yang
mencakup pengaturan mengenai:
1) pembentukan, pengakuan dan penataan daerah otonom dalam arti membentuk daerah otonom baru,
menghapus dan menggabung daerah, menata batas daerah, merubah nama daerah, menetapkan ibu
kota daerah, memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antar daerah, yang kesemuanya
diselenggarakan dalam wilayah dan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2) sistem dan prosedur penyerahan, pendelegasian, penugasan wewenang, tugas, dan kewajiban
pemerintah kepada daerah dan/ atau perangkat pusat di daerah;
3) pembentukan dan penyusunan lembaga pemerintahan daerah dan perangkat pemerintah di daerah
serta tata-kerja dan tata -hubungan antar lembaga itu di satu daerah atau antar daerah dan antar
daerah dengan pusat;
4) sistem dan prosedur mengenai Pelaksana pemerintahan daerah baik mengenai perencanaan,
pengadaan, penempatan, mutasi, dan pengembangan maupun mengenai kesejahteraan, pembinaan,
pengawasan dan pengendalian yang kesemuanya terakomodasi dalam sistem manajemen pegawai
negeri sipil daerah yang merupakan satu kesatuan dengan sistem manajemen pegawai negeri sipil
secara nasional;
5) sistem keuangan daerah: sumber pendapatan, pengelolaan, penyusunan rencana anggaran,
penerimaan, pembiayaan dan belanja, hubungan/ perimbangan keuangan pusat dan daerah,
pinjaman, laporan, penatausahaan keuangan daerah, tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi
serta pengelolaan barang dan aset daerah;
6) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan hubungannya dengan Pemerintah Dearah yang
keduanya adalah pelaksana otonomi daerah dan merupakan lembaga pemerintaha daerah;
7) susunan Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Perangkat Daerah yang lain, mencakup:
tata -cara pemilihan, pengangkatan, pemberhentian, dan pertanggungjawaban Kepala Daerah;
8) pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi penyelenggaraan pemerintahan daerah;
9) tata-cara penyusunan peraturan daerah, peraturan tata-tertib DPRD dan produk -produk hukum
daerah lainnya;
10) dasar-dasar pengelolaan kawasan perdesaan dan perkotaan.

c. Penerapan otonomi daerah dalam Undang-undang tetap dengan prinsip konsep otonomi luas, nyata dan


RGS Mitra Page 44 of 91

bertanggung jawab. Otonomi luas dimaksudkan bahwa kepada Daerah diberikan tugas, wewenang, hak dan
kewajiban untuk menangani urusan pemerintah yang tidak ditangani oleh Pemerintah sendiri, sehingga
isi otonomi dapat dikatakan banyak jumlah dan jenisnya. Di samping itu Daerah diberikan keleluasaan
untuk menangani urusan pemerintahan yang diserahkan itu dalam rangka mewujudkan tujuan
dibentuknya suatu Daerah dan tujuan pemberian otonomi daerah itu sendiri terutama dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan potensi dan karakteristik masing-masing
Daerah.

Prinsip otonomi nyata adalah suatu tugas, wewenang, dan kewajiban untuk menangani urusan pemerintah
yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
karakter daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah
lainnya.

Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan pemberian otonomi, yang pada dasarnya
untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Seiring dengan prinsip -prinsip itu, penyelenggaraan otonomi daerah harus menjamin keserasian hubungan
antara masyarakat dengan Pemerintah Daerah dan DPRD, artinya kinerja penyelenggara otonomi daerah
yaitu DPRD dan Pemerintah Daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan dan
pelayanan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat luas. Selain itu
harus menjamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Daerah lainnya, artinya mampu membangun
kerja sama antar Daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat Daerah secara bersama,
sehingga tidak terjadi ketimpangan antar Daerah. Kesemuanya itu dalam satu kerangka utama dan akhirnya
juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar Dearah dengan Pemerintah, artinya harus mampu
memlihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam rangka mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional.

Tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk memberdayakan Daerah dalam bentuk meningkatkan
pelayanan, perlindungan, kesejahteraan, prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat,
menumbuhkembangkan demokrasi, pemerataan dan keadilan serta persatuan, kesatuan, dan kerukunan
nasional dengan mengingati asal-usul suatu daerah, kemajemukan dan karakteristik, serta potensi daerah
yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintah wajib memberikan fasilitasi dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu berbentuk pemberian
pengaturan, pedoman, standar, arahan, petunjuk, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengawasan,
pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Daerah sebagai pelaksana otonomi wajib untuk
mengikuti dan mantaati fasilitasi yang diberikan oleh pemerintah.

Sejalan dengan tujuan pemberian otonomi kepada Daerah, senyatanya ada beberapa bentuk dan model
daerah otonom yang lain, seperti Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Daerah Istimewa Aceh, Daerah Istimewa
Yogyakarta, dan Provinsi-provinsi di Papua yang kepadanya secara prinsip telah diberlakukan sama dengan
daerah lain. Namun demikian dengan pertimbangan tertentu daerah tersebut dapat diberikan wewenang
khusus yang diatur dengan undang-undang.

Atas dasar konsep model otonomi yang dianut dalam undang -undang ini yaitu otonomi luas, nyata, dan
bertanggung jawab, serta mngacu pada prinsip -prinsip pokok otonomi dimaksud, maka penempatan
otonomi diupayakan sedekat mungkin dengan masyarakat. Karena daerah otonom yang paling dekat dengan
masyarakat adalah daerah Kabupaten dan Kota, maka pada daerah inilah diberi otonomi lebih banyak baik
jumlah maupun jenisnya, kecuali dalam undang -undang ini atau udnang-undang lain diatur tersendiri.
Kepada provinsi juga diberikan otonomi untuk menangani urusan pemerintahan yang dikelompokkan dalam
urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh Provinsi dan urusan pilihan lainnya dan berskala regional serta
urusan yang sifatnya lintas kabupaten/ kota.

Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah, Provinsi, Kabupaten dan Kota berdasarkan kriteria
ekstrenalitas, akuntabilitas, efisiensi, dengan memperhatikan keserasian hubungan pengelolaan urusan
pemerintah antar strata pemerintahan, dan mendasarkan pada urusan pemerintah yang bersifat consurrent,
artinya urusan pemerintah yang dikerjakan bersama antar tingkatan pemerintahan.


RGS Mitra Page 45 of 91


Urusan pemerintah yang tetap ditangani oleh pemerintah sendiri adalah urusan yang mengindikasikan
adanya jaminan eksistensi Negara Kesatuan, yaitu urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
moneter, fiskal nasional, yustisi, agama dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang tidak
diserahkan kepada Dearah, seerti urusan yang bersifat lintas negara, lintas provinsi dan kebijakan nasional
yang bersifat startegis.

d. Desentralisasi pemerintahan dalam pengertian luas terdiri dari beberapa model yaitu mencakup
dekonsentrasi, devolusi (desentralisasi dalam arti sempit), delegasi, tugas pembantuan atau
medebewind, dan privatisasi. Untuk selanjutnya dalam undang-undang ini penggunaan istilah
desentralisasi adalah dalam artian devolusi (desentralisasi dalam arti sempit).

Desentralisasi dapat dimanifestasikan dalam wujud pembentukan daerah otonom dalam wilayah dan sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terbagi dalam daerah provinsi, dan dalam daerah provinsi
dibentuk daerah kabupaten dan kota. Di samping itu kepada Daerah diserahi fungsi urusan pemerintah
tertentu berdasarkan kriteria sebagaimana tersebut di atas yang merupakan isi dari otonomi seperti misalnya
urusan kesehatan, pendidikan, pekerjaan umum, pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan,
pertambangan, industri, perdagangan, koperasi, pariwisata, perhubungan, kebudayaan, pertanahan,
kesejahteraan sosial, komunikasi, penanaman modal, ketenagakerjaan, kependudukan, dan urusan
pemerintah lain yang tidak ditangani oleh pemerintah sendiri yang ditentukan dalam undang -undang.

Dekonsentrasi dimanifestasikan dalam:
1) pelimpahan wewenang menangangi urusan pemerintahan yang bersifat absolut dari Pemerintah kepada
aparatnya untuk menangani fungsi urusan pemerintah tertentu seperti tugas dalam ruang lingkup
pertahanan, keamanan, kehakiman, kejaksaan, kepolisian, keuangan, keagamaan.
2) pelimpahan wewenang urusan pemerintahan yang bersifat tidak absolut/ concurrent dan menjadi
kewenangan Pemerintah dapat dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah.
3) penetapan kawasan khusus baik yang berada dalam daerah otonom maupun di luar daerah otonom
untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus dan untuk
kepentingan nasional/ berskala nasional, misalnya dalam bentuk kawasan cagar budaya, taman nasional,
pengembangan industri strategis, pengembangan teknologi tinggi seperti pengembangan tenaga nuklir,
peluncuran senjata/ rudal, peluru kendai bertenaga atom atau nuklir, pengembangan prasarana
komunikasi, telekomunikasi, transportasi, pelabuhan dan daerah perdagangan bebas, pangkalan militer,
serta wilayah eksploitasi, konservasi bahan galian strategis, penelitian dan pengembangan sumber daya
nasional, laboratorium sosial, lembaga pemasyarakatan spesifik dan lain-lain.
Pengelolaan kawasan khusus tersebut dapat dilakukan oleh Pemerintah atau bekerja sama antara
Pemerintah dengan Pemerintah Daerah, masyarakat, atau dapat pula dalam hal dengan negara-negara lain.

Privatisasi merupakan salah satu model desentralisasi dalam arti luas dengan wujud pendelegasian sebagian
tugas, wewenang, dan kewajiban pemerintah atau pemberian ijin untuk menangani urusan pemerintah
tertentu, kepada masyarakat dan/ atau kerja sama pemerintah dengan masyarakat, misalnya dalam bentuk
perusahaan, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, dan lain
sebagainya.

Tugas pembantuan merupakan asas pemerintahan yang dapat dilaksanakan untuk mendukung dan/ atau
dilaksanakan apabila suatu urusan pemerintah tidak akan lebih baik terselenggara bila menggunakan asas
desentralisasi dan asas dekonsentrasi. Asas tugas pembantuan pada dasarnya merupakan keikutsertaan
Daerah atau Desa termasuk masyarakatnya atas penugasan atau kuasa dari Pemerintah atau Pemerintah
Daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah di bidang tertentu.

2. Pembentukan, Pengakuan, dan Penataan Daerah
a. Sebagai konsekuensi pemerintah melaksanakan kebijakan desentralisasi, maka keberadaan daerah
otonom termasuk pembentukan suatu daerah merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan
berbegara dan berpemerintahan. Dengan demikian Daerah yang dibentuk itu merupakan suatu wahana
pencapaian tujuan yang pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di
samping itu, untuk mengembangkan kehidupan demokrasi dalam berpemerintahan di setiap daerah, juga
dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wujud keikutsertaan rakyat dalam proses membuat
kebijakan daerah.


RGS Mitra Page 46 of 91


Undang-undang ini mengakui daerah otonom yang telah ada sebelum membentuk daerah baru berdasarkan
undang -undang ini. Tujuan pembentukan suatu daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan, sehingga sasaran yang ditetapkan dan cara
mewujudkannya dapat dilakukan secara lebih ekonomis, efisien, efektif, dan demokratis.

Pembentukan, pengakuan, dan penataan suatu daerah dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti
kemampuan ekonomi, keuangan, sumber daya manusia aparatur, potensi yang dimiliki, luas wilayah,
kependudukan, daa pertimbangan dari aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya, serta pertimbangan dan
syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya
daerah dan diberikannya otonomi daerah. Prinsip dasar keberadaan daerah adalah harus mampu menjamin
semakin cepatnya terwujud peningkatan kesejahteraan masyarakat, tetap utuhnya wilayah Negara dan
tegaknya Negara kesatuan Republik Indonesia, serta semakin kokohnya persatuan, kesatuan, dan kerukunan
nasional. Di samping itu, dilihat dari aspek manajemen pemerintahan harus mampu mewujudkan keserasian
dan keselarasan rentang kendali, baik dalam kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi, maupun dalam
kaitannya dengan luas wilayah, jumlah penduduk, pelayanan masyarakat, dan kondisi geografis wilayah.

Persyaratan pembentukan suatu daerah otonom adalah dengan telah terpenuhinya kriteria dan sarana
prasarana pendukung yang ditetapkan dan mencerminkan faktor -faktor pertimbangan adanya suatu daerah
otonom yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan objektif, serta diproses melalui tahap-tahap
yang ditentukan dapat peraturan perundang-undangan.

b. Daerah otonom yang ada baik sebagai hasil ebntukan lama maupun baru dapat dihapus dan digabung
atau ditata kembali dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pemerintah secara berjenjang melakukan fasilitasi secukupnya untuk berfungsinya setiap daerah
dalam bentuk memberikan bimbingan, arahan, pelatihan, supervisi, pedoman, pengawasan, standar,
pemantauan, dan evaluasi.
2) Pemerintah menetapkan suatu kriteria untuk mengelompokkan masing-masing daerah yang
memiliki tingkat kemampuan dan kemajuan yang sama sekurang-kurangnya ke dalam 4 (empat)
kelompok, misalnya daerah maju, daerah berkembang, daerah kurang berkembang, daerah
terbelakang atau dengan sebutan lain. Masing-masing daerah itu akan mendapatkan fasilitasi
tertentu yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan kemajuannya.
3) Apabila setiap kelompok itu telah cukup diberikan fasilitasi, ternyata tidak ada kemajuan, maka
pemerintah melakukan evaluasi perlu tidaknya daerah itu dihapus atau digabung dengan Daerah
yang berdekatan dan ditetapkan dengan undang-undang.

c. Setiap daerah selalu diberi batas wilayah yang menunjukkan bahwa hanya sampai pada batas itulah
tugas, wewenang, kewajiban bagi Daerah atau toonomi daerah yang bersangkutan dapat
diselenggarakan. Batas wilayah itu memberikan tanda pemisahan secara administratif dengan Daerah
lain dalam satu provinsi, dan/ atau antar provinsi lain. Di samping itu bagi daerah-daerah yang
berbatasan langsung dengan negara lain, batas daerah itu juga merupakan tanda pemisahan kedaulatan
atas wilayah negara lain dengan wilayah negara tetangga. Penetapan batas itu ditentukan pada setiap
undang -undang pembentukan Daerah. Tata cara untuk menetapkan titik-titik koordinat perbatasan diatur
dalam suatu peraturan pemerintah dan penetapan batas secara pasti di lapangan ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri. Batas Kecamatan dalam lingkungan Kabupaten atau Kota, dan batas
Desa atau Kelurahan dalam lingkungan Kecamatan penetapannya diatur dengan peraturan daerah
mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah. Batas daerah kabupaten, kota dan provinsi pada
dasarnya adalah batas desa dan kecamatan, namun demikian dalam penentuan batas daerah dimaksud
tidak ditetapkan dengan peraturan daerah. Penataan batas wilayah Daerah yang tidak berakibat
dihapuskannya suatu Daerah ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Sedangkan penataan dan
penetapan batas wilayah antar negara diatur dengan undang -undang. Batas sebagaimana dimaksud juga
dipertegas pada batas daratan, dan hanya pada penetapan dengan UU tertentu akan mengait pada batas
wilayah laut. Hal ini memberi implikasi penegasan bahwa wilayah laut merupakan wilayah nasional
kecuali yang secara tegas melekat pada pulau-pulau kecil ditetapkan dalam UU pembentukan daerah
sebagai kesatuan wilayah suatu daerah provinsi atau kabupaten/ kota. Dalam hal ini juga terdapat
implikasi yang tegas bahwa wilayah laut merupakan kewenangan nasional dan ruang lingkup tertentu
daerah dapat memanfaatkan sumber daya kelautan sesuai dengan peraturan pemerintah.



RGS Mitra Page 47 of 91

d. Setiap Daerah memiliki pusat kegiatan penyelenggaraan pemerintahan yang disebut ibukota daerah
provinsi atau kabupaten. Ibukota suatu kota otonom adalah kota itu sendiri, sehingga tidak disebutkan di
mana ibukota dari kota otonom itu. Ibukota suatu daerah dapat dipindahkan ke lokasi lain yang masih
dalam ruang lingkup wilayah daerah itu dan dapat pula diganti namanya yang penetapannya dengan
peraturan pemerintah. Ibukota provinsi, ibukota kabupaten yang lokasinya ada dalam wilayah kota
otonom tidak harus dipindahkan ke tempat lain walaupun masih dalam wilayah Daerah yang
bersangkutan.

Dalam suatu wilayah Daerah karena tingkat perkembangannya yang menunjukkan ciri-ciri suatu wilayah
perkotaan (functional urban area ), untuk mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan wilayah
perkotaan itu perlu diarahkan sedemikian rupa yang diatur dengan peraturan daerah, dengan mengacu pada
pedoman yang ditetapkan pemerintah.

3. Hubungan Antar Tingkat Pemerintahan
Hubungan antar strata pemerintahan secara umum dapat dilihat dari adanya hubungan kewilayahan,
hubungan pemanfaatan sumber daya, hubungan kewenangan, hubungan keuangan, serta hubungan
administrasi dan manajemen.

Hubungan kewilayahan, artinya bahwa daerah otonom itu dibentuk, disusun dan diselenggarakan di
dalam wilayah Negara Kestauan Republik Indonesia yang menjado otoritas negara. Jadi wilayah daerah
merupakan suatu kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat. Dengan demikian wilayah itu tidak
diotonomikan dan disusun bertingkat-tingkat, namun Daerah diberi wewenang untuk melaksanakan dan
mengelola sebagian wewenang Pemerintah dari bagian urusan kewilayahan, misalnya dalam bentuk
pembinaan wilayah.

Hubungan Kewenangan, artinya bahwa daerah otonom memmiliki tugas, wewenang, kewajiban, hak
dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, yang berasal dari
pemberian dan pengakuan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena
otonomi daerah itu berasal dari pemberian ataupun pengakuan Pemerintah maka daerah wajib untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada Pemerintah. Pemerintah berwenang untuk mengatur
hubungan antara Pusat dan Daerah dalam peraturan perundang -undangan yang bersifat mengikat kedua
belah pihak. Namun dalam pengaturan hubungan tersebut haruslah mempertimbangkan aspirasi Daerah
sehingga tercipta sinerji antara kepentingan Pusat dan Daerah.

Hubungan Keuangan adalah hubungan yang merupakan suatu konsekuensi untuk mencapai tujuan
dibentuknya daerah otonom dan diberikannya otonomi daerah. Artinya kepada Daerah Otonom
diberikan tugas, wewenang, yang sekaligus diberi hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang
dalam menyelenggarakan otonominya. Oleh karena itu Daerah oleh Pemerintah diberikan sumber-
sumber pendapatan, yang pada awalnya sumber pendapatan itu menjadi kewenangan Pemerintah.

Hubungan Keuangan antara Provinsi dan Kabupaten/ Kota dapat dilihat dari sistem dan prosedur dalam
pembagian hasil pengelolaan sumber-sumber pendapatan yang diatur oleh Pemerintah, salah satunya
adalah Daerah diberi sumber -sumber keuangan yang dapat dikelola sendiri. Ada pula dengan subsidi,
bantuan, ataupun bentuk lain, baik dengan suatu arahan ataupun diberi keleluasaan pengelolaannya, ada
pula dengan bagi hasil. Pada saat ini slaah satu sumber pendapatan dimaksud adalah Pendapatan Asli
Daerah yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan lain -lain yang sah maupun bagian
dari pendapatan BUMD dan dinas -dinas. Di samping itu daerah juga memperoleh sumber-sumber
pendapatan yang berasal dari bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi
khusus. Di luar itu dimungkinkan juga bagi daerah untuk dapat melakukan pinajmaan dari Pemerintah,
Pemerintah Daerah yang lain dan masyarakat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Hubungan Administratif dan Manajemen, artinya bahwa tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan
urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah adalah menjadi tanggung jawab
Pemerintah Nsional (Pusat) karena externalities (dampak) akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut
akan emnjadi tanggung jawab negara. Peran Pemerintah dalam kerangka otonomi daerah akan banyak
bersifat menentukan kebiajkan makro, melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan
pemberdayaan sheingga daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah


RGS Mitra Page 48 of 91

akan lebih banyak bersifat pelaksanaan otonomi tersebut.

4. Pembagian wewenang/ urusan pemerintahan
Penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran (distribusi) urusan pemerintah oleh Pemerintah
kepada daerah otonom. Distribusi urusan pemerintah tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu
terdapat berbagai urusan pemerintah yang secara absolut tidak diserahkan kepada Daerah. Berbagai
urusan pemerintah tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara
keseluruhan. Urusan pemerintah dimaksud meliputi: politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat
diplomatik dan menunjuk warga negra untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan
kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan
luar negeri, dan sebagainya; pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata,
menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan
bahaya, membangun dan menegmbangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan
kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya; keamanan
misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional,
menindak setiap orang, kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan
sebagainya; moneter misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan
moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya; yustisi misalnya mendirikan lembaga
peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan
kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang -undang,
Peraturan Pemerintah pengganti undang- undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang
berskala nasional, dan lain sebagainya; dan agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang
berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan
kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan
pemerintah lain yang berskala nasional, tidak serahkan kepada daerah.

Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya suatu urusan
pemerintah yang penanganannya dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah.
Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi
bagian Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan ada bagian urusan yang
diserahkan kepada Kabupaten/ Kota. Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent
secara proporsional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota maka disusunlah
kriteria yang meliputi: eksternalitas, akuntabilitas, efektifitas, dan efisiensi, dengan mempertimbangkan
keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.

Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan
pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti
pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar;
sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan
karakteristik daerah.

Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan
mempertimbangkan dampak/ akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan suatu bagian urusan yang
ditangani oleh suatu tingkat pemerintahan. Artinya bahwa suatu urusan pemerintah akan ditangani oleh
Kabupaten/ Kota apabila Daerah itu lebih langsung terkena dampak/ akibat dan membutuhkan
kecepatan dalam penanganannya dari bagian urusan tersebut. Oleh Provinsi apabila penanganan bagian
urusan memerlukan kestauan kebijakan operasional di tingkat regional. Oleh Pemerintah apabila
penanganan bagian urusan memerlukan kesatuan kebijakan operasional secara nasional.

Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan pertimbangan
bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang
lebih langsung/ dekat dengan dampak/ akibat dari bagian urusan yang harus ditangani tersebut, dengan
demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.

Kriteria efisiensi dan efektifitas adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan
mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan
ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan.
Artinya apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdaya guna dan


RGS Mitra Page 49 of 91

berhasil guna dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan/ atau Daerah Kabupaten/ Kota dibandingkan
apabial ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi dan/
atau Daerah Kabupaten/ Kota dibandingkan apabila ditangani oleh Pemerintah maka bagian urusan
tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi dan/ atay Daerah Kabupaten/ Kota. Sebaliknya apabila
suatu bagian urusan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna bila ditangani oleh Pemerintah maka
bagian urusan tersbeut tetap ditangani oleh Pemerintah. Sekaligus ini bermakna bahwa penyelenggaraan
suatu bagian urusan pemerintah pada strata pemerintahan tertentu mempertimbangkan terhadap
kemungkinan terjadinya ekonomi biaya tinggi. Untuk itu pendistribusian bagian urusan harus
disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintah
tersbeut. Ukuran daya guna dan hasil guna tersebut dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi.

Selanjutnya yang dimaksud dengan keserasian hubungan ialah bahwa pengelolaan bagian urusan
pemerintah yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersfat saling berhubungan (inter-
koneksi), saling tergantung (inter-depedensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem
dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan. Pendistribusian bagian urusan tersebut ditempuh melalui
mekanisme penyerahan dan atau pengakuan atas usul Daerah terhadap bagian urusan- urusan pemerintah
yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan usulan tersebut Pemerintah melakukan verifikasi terlebih
dahulu sebelum memberikan pengakuan atas bagian urusan-urusan yang akan dilaksanakan oleh
Daerah. Terhadap bagian urusan yang saat ini masih menjadi kewenangan Pemerintah dengan kriteria
tersebut dapat diserahkan kepada Daerah. Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah, telah
terdapat urusan pemerintah yang melekat pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat sendiri yang
sekaligus merupakan kewajiban Daerah misalnya urusan pelayanan pemakaman umum, urusan
kebersihan lingkungan, urusan administrasi umum pemerintahan, urusan perlindungan terhadap
masyarakat, urusan ketentraman dan ketertiban umum dan sebagainya. Di samping itu terdapat urusan
pemerintahan baik yang telah diserahkan pada Daerah melalui undang -undang Pembentukan Daerah
maupun berdasarkan peraturan perundang-udnangan lainnya untuk ditangani Daerah yang disesuaikan
berdasarkan undang-undang ini. Namun karena urusan pemerintah bersifat dinamis, maka
pendistribusian dan penataan alokasi penanganan urusan dapat berubah. Artinya ada bagian urusan
Pemerintah yang pada kurun waktu tertentu masih ditangani Pemerintah, pada suatu saat dapat
diserahkan pada Daerah, atau urusan yang telah ditangani Daerah Kabupaten/ Kota dapat diserahkan ke
Daerah Provinsi atau ditangani Pemerintah. Begitu pula urusan yang telah ditangani Daerah Provinsi
dapat diserahkan ke Daerah Kabupaten/ Kota dan/ atau ditangani Pemerintah, dengan memperhatikan
dinamika penyelenggaraan urusan itu. Oleh karena itu untuk menjamin kepastian, maka setiap
perubahan tersebut perlu diatur dengan peraturan perundang -undangan.

Sejalan dengan hal tersebut, Daerah Kabupaten/ Kota dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi di
daerahnya dapat menetapkan dalam wilayah kerjanya lahan-lahan etrtentu sebagai lokasi
pengembangan sektor-sektor tertentu pada skala daerah. Lahan tertentu tersebut misalnya lahan untuk
pengembangan perumahan industri kecil, pariwisata, ekonomi terpadu, perdagangan dan sebagainya,
yang semuanya dalam skala daerah sesuai dengan tata ruang daerah.

Pemerintahan Daerah
Pemerintahan Daerah adalah pelaksanan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh
lembaga pemerintahan daerah yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah.
DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang merupakan unsur lembaga pemerintahan daerah
dan sebagai wahana demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Susunan dan kedudukan
DPRD yang mencakup keanggotaan, pimpinan, fungsi, tugas, wewenang, hak, kewajiban, penggantian
antar waktu, alat kelengkapan, protokoler, keuangan, peraturan tata tertib, larangan dan sanksi, diatur
tersendiri di dalam Undang-undang mengenai Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Hal -hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tersebut dan yang masih memerlukan
pengaturan lebih lanjut baik yang bersifat penegasan maupun melengkapi diatur dalam undang-undang
ini. Hal-hal yang belum cukup diatur itu misalnya mengenai hubungan DPRD, tata cara penyerapan
aspirasi masyarakat oleh DPRD, pengawasan masyarakat terhadap DPRD, tata cara pelaksanaan tugas
dan wewenang DPRD terutama dalam kaitannya dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah, tata cara pembentukan peraturan daerah, tata cara pembahasan rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, Badan Kehormatan DPRD, dan lain sebagainya.


RGS Mitra Page 50 of 91


Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang untuk Provinsi disebut Gubernur, untuk
Kabupaten disebut Bupati, dan untuk Kota disebut Walikota, yang semuanya dipilih secara demokratis.
Pemilihan secara demokratis terhadap Kepala Daerah tersebut, dengan mengingati bahwa tugas dan
wewenang DPRD menurut Undang -undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD tidak memiliki tugas dan wewenang
untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, maka pemilihan secara demokratis dalam
Undang-undang ini dilakukan oleh rakyat secara langsung. Kepala Daerah dalam melaksanakan
tugasnya dibantu oleh seorang Wakil Kepala Daerah, dan perangkat daerah.

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata
caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Bakal calon Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah dapat dicalonkan baik oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu
yang memperoleh sejumlah kursi tertentu dalam DPRD maupun bakal calon itu mencalonkan diri
ataupun dicalonkan oleh suatu organisasi di luar partai politik dengan persyaratan dan tata cara yang
diatur dalam peraturan perundang-udnangan. Dengan demikian bakal calon dapat bersumber dari
anggota-anggota partai politik ataupun bukan yang dapat disebut bakal calon independen atau non
partisan.

Penyaringan dan penetapan pasangan bakal calon dilakukan oleh panitia yang dibentuk oleh DPRD
yang anggotanya terdiri dari anggota DPRD, anggota KPUD dan warga masyarakat. Pasangan bakal
calon untuk provinsi yang telah ditetapkan dengan Keputusan DPRD dikonsultasikan kepada
Pemerintah, sedangkan pasangan bakal calon untuk kabupaten/ kota yang telah ditetapkan dengan
Keputusan DPRD dikonsultasikan kepada Gubernur. Hasil konsultasi tersebut menjadi dasar bagi
DPRD dalam menetapkan pasangan calon, kemudian diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum
Daerah (KPUD) untuk diproses pemilihannya melalui pemungutan suara. Hasil pemungutan suara
ditetapkan oleh KPUD dengan Berita Acara, selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk
ditetapkan sebagai calon terpilih, kemudian diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna
mendapatkan pengesahan.

Mengingat daerah otonom itu ada beberapa yang berciri khusus, diantaranya ada daerah istimewa dan
daerah otonomi kh7usus, maka tata cara pemilihan Kepala Dearah dan Wakil Kepala Daerah pada
daerah istimewa dan di daerah yang melaksanakan otonomi khusus dimaksud berbeda dengan daerah
secara umum seperti untuk Provinsi Naggroe Aceh Darussalam juga dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam serta untuk Provinsi-
provinsi di Papua memperhatikan juga ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 21
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Namun pada dasarnya pemilihan Kepala
Daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat Daerah.

Untuk menjaga keserasian, keselarasan, dan keharmonisan hubungan kerja antara Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah maka ditetapkan pembagian tugas secara jelas. Secara umum tugas Wakil Kepala
Daerah adalah membantu tugas-tugas Kepala Daerah. Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi
berfungsi pula sebagai wakil Pemerintah di Daerah dalam pengertian untuk menjembatani dan
memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan
dan pengawasam terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata Pemerintah Kabupaten
dan Kota.

Hubungan antara oemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara
dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah
itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin
dalam membuat kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa
antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam emmbuat kebijakan daerah
untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing -masing sehingga antar kedua
lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung dan bukan merupakan
lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.



RGS Mitra Page 51 of 91


5. Perangkat Daerah
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kepala Daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara
umum perangkat daerah terdiri dari struktur penugasan unsur -unsur yang membantu penyusunan
kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah
dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga
teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan
pemerintahan yang perlu ditangani, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan
harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya
mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi
sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi
geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan
ditangani; sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat
daerah bagi masing -masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

Setiap pemerintah daerah memiliki perangkat daerah yang secara umum terdiri dari: 1) Sekretariat
Daerah, dengan cakupan tugas meliputi sekurang-kurangnya administrasi umum, administrasi
keuangan, administrasi kepegawaian, administrasi barang dana set, hukum dan hubungan masyarakat;
2) Lembaga Teknis Daerah, yang cakupan tugasnya meliputi sekurang-kurangnya perencanaan,
pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pendapatan daerah, investasi, pengawasan; 3)
Dinas Daerah, yang cakupan tugasnya meliputi sekurang -kurangnya pelaksanaan pelayanan teknis
terhadap masyarakat seperti urusan kesehatan, pendidikan, pekerjaan umum, perhubungan dan
telekomunikasi, sosial, ketenagakerjaan, lingkungan hidup, pertanian, kependudukan, ketentraman dan
ketertiban umum.

Pembentukan organisasi perangkat daerah tersebut didasarkan pula pada suatu kriteria tertentu sebagai
dasar perhitungan yang rasional, obyektif, dan terukur. Untuk menyusun suatu kriteria perlu ditetapkan
indikator, yang masing -masing indikator dapat diurai ke dalam sub indikator, kemudian indikator atau
sub indikator itu diberikan suatu bobot tertentu untuk menentukan skor. Tata cara atau prosedur,
persyaratan, kriteria pembentukan suatu organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah
yang mengacu pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

6. Keuangan Daerah
Penyelenggaraan fungsi Pemerintahan Daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan
urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber -sumber dana yang cukup kepada Daerah,
dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang
diserahkan kepada Daerah menjadi sumber keuangan Daerah. Pemerintah Provinsi wajib memberikan
kontribusi hasil pajak Provinsi tertentu kepada Kabupaten/ Kota dalam wilayah Provinsi yang
bersangkutan. Kabupaten/ Kota yang memiliki sumber keuangan sendiri yang menjadi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dengan kriteria tertentu wajib memberikan kontribusi kepada Kabupaten/ Kota dalam
wilayah Provinsi yang bersangkutan yang pengaturannya difasilitasi oleh Gubernur.

Kepada Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan antara lain berupa: kepastian
tersedianya pembiayaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan;
kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan
bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah; hak untuk mengelola kekayaan
Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah.

Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip "uang
mengikuti fungsi". Selanjutnya diperlukan pengaturan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah agar daerah mendapatkan sumber pembiayaan yang speadan dengan kebutuhan dan
kapasitas fiskalnya dalam memberikan layanan publik. Sistem perimbangan keuangan yang perlu
dibangun harus dapat dipakai sebagai instrumen untuk mengoreksi ketimpangan fiskal antar daerah
sekurang-kurangnya mencerminkan adanya kepastian sumber keuangan, hubungan keuangan yang
berimbang, adil, dan serasi sehingga kemakmuran masyarakat secara relatif dapat dicapai pada waktu
yang bersamaan. Oleh karena itu, hubungan keuangan antara Pemerintah dan Daerah yang berimbang,


RGS Mitra Page 52 of 91

adil, dan serasi menjadi kunci pokok keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, karena Daerah
memerlukan kepastian sumber-sumber keuangan guna membiayai belanja Daerah. Untuk itu diperlukan
pengaturan tentang posisi dan peran keuangan daerah terhadap keuangan negara, terutama yang
menyangkut pembagian hasil atas sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia,
maupun atas hasil kegiatan perekonomian lainnya guna memfasilitasi pelaksanaan otonomi daerah dan
sekaligus memperkuat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pengaturan pemerintahan daerah dan pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah mempunyai
hubungan yang erat, karena masing- masing pengaturan bersifat komplementer. Hal ini dapat terwujud
apabila ada pola pembagian kewenangan antar tingkatan daerah yang jelas, sehingga "Siapa Melakukan
Apa" akan mudah diidentifikasi. Di samping itu, ketersediaan dana yang cukup akan menjadi faktor
penunjang utama berjalannya fungsi pemerintah daerah, terutama dalam memberikan layanan kepada
masyarakat. Oleh karena itu, Kepala Daerah harus bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan
daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah, dimana kekuasaan tersebut semata-mata
digunakan untuk mencapai tujuan bernegara, yaitu mneciptakan masyarakat yang adil dan makmur,
khususnya masyarakat di Daerah masing-masing.

Di samping itu, kepada Daerah juga diberikan hak untuk engelola keuangannya dengan cara menyusun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam hal ini, konstruksi APBD yang tepat adalah
menggambarkan sistem perencanaan yang jelas, tata cara penyusunan APBD, penatausahaan keuangan
daerah, serta penyusunan perhitungan APBD yang dapat mengakomodasikan pelaksanaan hak dan
kewajiban daerah, dengan cara menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja dengan pola
pertanggungjawaban yang transparan dan akuntabel. Kewajiban Pemerintah adalah memberikan
fasilitasi kepada daerah agar pengelolaan keuangan daerah lebih akuntabel dan transparan. Di dalam
Undang-undang mengenai Keuangan Negara, terdapat penegasan di bidang pengelolaan keuangan,
yaitu bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan negara adalah sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan; dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara dari presiden sebagian diserahkan kepada
Gubernur/ Bupati/ Walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut
berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah, yaitu bahwa Gubrenur/ Bupati/ Walikota
bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan
daerah. Dengan demikian pengaturan pengelolaan keuangan daerah melekat dan menjadi satu dengan
pengaturan pemerintahan daerah, yaitu dalam Undang -undang mengenai Pemerintahan Daerah.

7. Peraturan Daerah
Penyelenggara pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung
jawabnya atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan
daerah yang dirumuskan antara laind alam peraturan daerah, keputusan kepala daerah, dan ketentuan
daerah lainnya. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan Daerah lain.

Peraturan daerah dibuat oleh DPRD bersama-sama Pemerintah Daerah, artinya prakarsa dapat berasal
dari DPRD maupun dari Pemerintah Dearah. Khusus peraturan daerah tentang APBD rancangannya
disiapkan oleh Pemerintah Daerah yang telah mencakup keuangan DPRD, untuk dibahas bersama
DPRD. Peraturan daerah dan keteantuan daerah lainnya yang bersifat mengatur diundangkan dengan
menempatkannya dalam Lembaran Daerah. Peraturan daerah tertentu yang mengatur pajak daerah,
retribusi daerah, APBD, perubahan APBD, dan tata ruang, berlakunya setelah melalui tahapan evaluasi
oleh Pemerintah. Hal itu ditempuh dengan pertimbangan antara lain untuk melindungi kepentingan
umum, lebih tinggi dan/ atau peraturan Daerah lainnya, terutama peraturan daerah mengenai pajak
daerah dan retribusi daerah, serta menyelaraskan dengan menyelaraskan tujuan nasional.

Dalam peraturan daerah dapat diatur mengenai sanksi bagi yang melanggar ketentuan-ketentuan
peraturan daerah itu dengan mengacu pada peraturan perundang -undangan yang lebih tinggi, dan untuk
menegakkan peraturan daerah dimaksud pemerintah daerah menugaskan aparat Polisi Pamong Praja dan
dapat meminta bantuan kepada aparat Kepolisian Negara atau menunjuk aparat daerah lain.

8. Kepegawaian Daerah
Dalam sistem kepegawaian secara nasional, Pegawai Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki


RGS Mitra Page 53 of 91

posisi penting untuk menyelenggarakan pemerintahan dan merupakan pemersatu bangsa. Sejalan
dengan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka desentralisasi penanganan
di bidang kepegawaian untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dikelola dalam
sistem kepegawaian daerah dilaksanakan selaras dengan peraturan perundangan yang mengatur tentang
kepegawaian. Kepegawaian Daerah adalah suatu sistem dan prosedur yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan sekurang -kurangnya meliputi perencanaan, persyaratan, pengangkatan,
penempatan, pendidikan dan pelatihan, penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan, kedudukan,
hak, kewajiban, larangan, sanksi, penghargaan, dan merupakan sub -sistem dari sistem kepegawaian
secara nasional. Dengan demikian kepegawaian daerah merupakan satu kesatuan jaringan birokrasi
dalam sistem kepegawaian nasional.

Penempatan pegawai untuk mengisi jabatan dengan kualifikasi umum menjadi kewenangan masing-
masing tingkatan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan untuk
pengisian jabatan tertentu yang memerlukan kualifikasi khusus seperti tenaga ahli dibidang tertentu,
pengalaman kerja tertentu di Kabupaten maupun Kota, maka pembina kepegawaian tingkat Provinsi dan
atau Pemerintah dapat memberikan fasilitasi. Hal ini dalam rangka melakukan pemerataan tenaga-
tenaga pegawai tertentu dan penempatan pegawai yang tepat serta sesuai dengan kualifikasi jabatan
yang diperlukan di seluruh daerah.

Gaji dan tunjangan PNS Daerah disediakan dengan menggunakan Dana Alokasi Dasar yang ditetapkan
secara nasional, merupakan bagian dalam Dana Alokasi Umum (DAU) yang dinyatakan secara tegas.
Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudah apabila terjadi mutasi pegawai antar daerah maupun
dari daerah ke pusat, dan atau sebaliknya serta untuk menjamin kepastian penghasilan yang berhak
diterima oleh setiap pegawai. Penetapan gaji dan tunjangan PNS dilakukan dengan menerapkan
standard gaji yang ditetapkan secara nasional oleh Pemerintah.

9. Perkotaan dan Perdesaan
Kawasan perkotaan yang berada dalam satu wilayah administrasi pemerintahan daerah, yang sebagian
besar atau sleuruhnya telah menunjukkan ciri perkotaan, pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah
Kota yang bersangkutan. Kawasan perkotaan yang berada dalam dua atau lebih wilayah administrasi
pemerintahan daerah yang berdekatan, pengelolaannya dapat dilakukan dengan kerja sama antara
pemerintah daerah kota dan kabupaten yang bersangkutan dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah masing-masing.

10. Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
dan atau Wakil Pemerintah di Daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembentukan daerah dan
pemberian otonomi daerah secara lebih efisien dan efektif berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka pembinaan oleh Pemerintah, Mentrei dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan Non
Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing dengan
saling berkoordinasi. Pembinaan oleh Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi dilaporkan kepada Presiden. Pembinaan yang
dilaksanakan oleh pemerintah tersebut antara lain meliputi:
1) Pemberian pedoman terhadap penyelenggaraan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/
Kota termasuk pertanggungjawaban, laporan dan evaluasi atas akuntabilitas kinerja Gubernur,
Bupati, dan Walikota beserta perangkat daerah lainnya sesuai dengan bidang tugas masing -
masing.
2) Bimbingan terhadap penyusunan prosedur dan tata kerja pelaksanaan Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kota sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
3) Pelatihan dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia aparat Pemerintah
Pprovinsi, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Kota dalam bentuk Pendidikan dan
Pelatihan.
4) Arahan terhadap penyusunan rencana, program dan kegiatan/ proyek yang bersifat nasional dan
regional sesuai dengan pentahapannya.
5) Supervisi terhadap pelaksanaan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota, sesuai
dengan bidang tugas masing -masing.
Dalam melakukan pembinaan, Pemerintah dapat melimpahkan sebagian tugas pembinaan atas


RGS Mitra Page 54 of 91

penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten dan Kota kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah di
Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembinaan oleh Gubernur terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota dilaporkan kepada Pemerintah baik secara
menyeluruh maupun secara sektoral sesuai ruang lingkup masing-masing sektor.

Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin agar Pemerintah Daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pemerintah dapat melimpahkan pengawasan atas penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Kabupaten dan kota kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Dearah sesuai
peraturan perundang-undangan.

Pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah dilakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut:
1) Pengawasan represif, yaitu pengawasan yang dilakukan terhadap kebijakan yang telah
ditetapkan Daerah berupa Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, dan ketentuan -ketentuan
lain yang ditetapkan Daerah. Pengawasan represif meliputi pengawasan terhadap Perda dan
Keputusan Kepala Daerah yang bersifat mengatur. Pengawasan represif dilakukan oleh: (a)
Menteri Dalam Negeri berkoordinasi dengan Departemen/ Lembaga Pemerintah Non
Departemen terkait. (b) Gubernur selaku Wakil Pemerintah.
2) Pengawasan preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap rancangan
peraturan daerah yang mengatur pajak daerah dan retribusi daerah. Setiap rancangan peraturan
daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, perubahan APBD, dan tata ruang
wajib disampaikan/ konsultasikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk memperoleh
persetujuan. Mekanisme ini ditempuh dalam rangka untuk mencegah munculnya pungutan -
pungutan daerah yang berentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi atau dengan
kepentingan umum.
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan, Pemerintah dapat menerapkan

sanksi kepada penyelenggara pemerintaha daerah baik secara perorangan maupun kelembagaan dan
produknya, apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara
pemerintahan daerah tersebut. Sanksi dimaksud antara lain berupa penataan kembali suatu daerah
otonom, penundaan pengalokasian dana perimbangan, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan
dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah,
dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai
dengan peraturan perundang -undangan.

11. Kecamatan
Kecamatan adalah suatu wilayah kerja Perangkat daerah Kabupaten dan/ atau Kota, perangkat itu
disebut Camat. Dengan demikian Camat adalah sebagai perangkat desentralisasi. Suatu Kecamatan
terdiri dari beberapa Desa ataupun Kelurahan yang pembentukan dan susunannya diatur dengan
Peraturan Daerah berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.

Tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab Camat pada dasarnya melaksanakan urusan
pemerintahan umum. Urusan pemerintahan umum tersebut seperti melakukan upaya pemeliharaan
kerukunan dan persatuan warga masyarakat; memberikan pelayanan administrasi umum pemerintahan
tingkat kecamatan; mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum,
pemberdayan masyarakat, pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan masyarakat, pengetrapan dan
penegakan peraturan perundang-undangan; membina penyelenggaraan pemerintahan Desa dan/ atau
Kelurahan dan tugas, wewenang lain yang didelegasikan oleh Bupati dan/ atau Walikota sesuai dengan
kondisi dan situasi serta tingkat kebutuhan masing -masing kecamatan. Di samping itu Camat juga
berwenang untuk mengkoordinasikan instansi ataupun pejabat yang ruang lingkup tugasnya ada pada
tingkat wilayah kecamatan.

Lembaga Kecamatan yang ada pada saat ini merupakan Kecamatan yang dimaksud dengan undang-
undang ini. Begitu pula tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawab Camat yang ada sebelumnya
dan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini adalah merupakan tugas, wewenang,
kewajiban dan tanggung jawab Camat menurut undang-undang ini. Jabatan Camat merupakan jabatan
karier pegawai negeri sipil, oleh karena itu yang dapat diangkat sebagai Camat adalah pegawai negeri
sipil yang memenuhi kualifikasi jabatan Camat antara lain berpengetahuan dan berpengalaman


RGS Mitra Page 55 of 91

mengenai penyelenggaraan tata pemerintahan.

12. Desa
Desa berdasarkan Undang-undang ini adalah Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi,
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat-istiadat setempat yang diakui dan/ atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada
di Dearah Kbaupaten/ Kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Desa juga merupakan suatu "daerah" dalam bentuk yang kecil dilihat dari
struktur daerah otonom atau sering disebut sebagai kestauan masyarakat hukum, dimana keberadaan
desa sampai saat ini sebagian besar merupakan desa adat atau juga disebut sebagai desa genealogis,
yang pada dasarnya telah memiliki otonomi yang sering disebut sebagai otonomi asli. Namun dalam
perkembangannya Desa-Desa seperti itu ada yang memang masih seperti keadaan semula ada pula yang
sudah berubah baik karena pengaruh perkembangan masyarakat maupun karena pembangunan dan
pengembangan suatu daerah, sehingga norma adat sudah berinteraksi dengan adat dan budaya dari luar
Desa semula.

Undang-undang ini mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan
kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari Pemerintah
ataupun Pemerintah Daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedang terhadap desa di
luar desa genealogis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran
desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk,
ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan suatu penyelenggaraan pemerintahan dalam sistem
pemerintahan nasional, sehingga pemerinathan Desa merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan
nasional. Dalam hal ini perlu pemahaman terhadap konsep penyelenggaraan pemerintahan nasional.
Dalam hal ini perlu pemahaman terhadap konsep penyelenggaraan pemerintahan Desa dengan konsep
pengelolaan Desa. Penyelenggaraan pemerintahan Desa merupakan pengelolaan Desa yang bersifat
administratif, sedangkan pengelolaan Desa di luar itu dapat bersifat fisik, sosial ekonomi, sosial budaya,
dan lain sebagainya sesuai dengan kondisi, potensi, serta posisi dari masing -masing Desa yang dalam
pelaksanaannya dapat bersamaan, seiring dan disinerjikan.

Untuk Desa-desa tertentu seperti Desa yang pemimpinnya masih tergantung kepada Kepala Suku
ataupun Pemangku Adat sehingga belum memungkinkan memnuhi kualifikasi jabatan Kepala Desa dari
segi administrasi pemerintahan, maka posisi Kepala Desa dapat diisi oleh Kepala Suku atau Pemangku
Adat sendiri, namun perangkat pemerintahan Desa lainnya diupayakan diisi oleh aparat yang harus
memenuhi persyaratan sebagai perangkat pemerintahan Desa.

Sebagai perwujudan demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa dibentuk Badan Perwakilan
Desa atau sebutan lain yangs sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa bersangkutan, yang
berfungsi sebagai lembaga pengaturan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa,
seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan
Keputusan Kepala Desa. Di dalam perangkat pemerintah Desa dibentuk lembaga Desa yang
berkedudukan sebagai mitra kerja Kepala Desa dalam menyusun rencana pembangunan Desa sesuai
dengan kebutuhan Desa.

Kepala Desa pada dasarnya bertanggung jawab kepada rakyat Desa yang dalam tata cara dan prosedur
pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat. Kepada Badan
Perwakilan Desa Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya dan
kepada rakyat menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya namun tetap harus
memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Perwakilan Desa untuk menanyakan dan/ atau
meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang bertalian dengan pertanggungjawaban dimaksud.

Desa yang dipersonifikasikan dalam lembaga pemerintahan Desa yang terdiri dari Pemerintah Desa dan
Badan Perwakilan Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik yang bersifat publik maupun perdata;
memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan; serta dapat dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk


RGS Mitra Page 56 of 91

itu, Kepala Desa dengan persetujuan Badan Perwakilan Desa mempunyai wewenang untuk melakukan
perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian dalam kedudukan yang setara untuk kemajuan dan
kepentingan Desa secara keseluruhan.

Pengaturan lebih lanjut mengenai Desa seperti pembentukan, penghapusan, penggabungan, perangkat
pemerintahan desa, keuangan desa, pembangunan desa, dan lain sebagainya dilakukan oleh Daerah
Kabupaten dan Kota yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah mengacu pada pedoman yang ditetapkan
Pemerintah.

II. PENJELASAN PASAL PER PASAL
Pasal 1
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Yang dimaksud dengan fungsi pemerintahan adalah fungsi-fungsi: pelayanan, pengaturan, perlindungan,
pembangunan, dan pengembangan.

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Yang dimaksudkan dengan dalam hal tertentu adalah dalam rangka melaksanakan urusan-urusan tertentu,
daerah atau desa yang bersangkutan tidak cukup memiliki sarana atau perlengkapan dan tenaga ahli atau
terampil yang memadai, sehingga pemerintah atau pemerintah daerah untuk kelancaran pelaksanaan tugas
diwajibkan untuk menyediakannya.

Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud dengan batas-batas wilayah adalah cakupan luas wilayah dengan batas -batas yang pasti dan
juga wewenang untuk mengelola potensi wilayah dengan batasan secara jelas yang ditetapkan dalam
peraturan perundangan.

Huruf j
Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menciptakan norma hukum yang berlaku umum. Norma
hukum dapat berupa Peraturan Dearah maupun Keputusan Kepala Daerah yang bersifat pengaturan
wewenang. Mengurus adalah wewenang untuk melaksanakan norma hukum yang berlaku umum.

Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Camat diberikan tugas oleh Bupati/ Walikota untuk
melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan kelurahan dan desa.

Huruf o
Cukup jelas
Huruf p


RGS Mitra Page 57 of 91

Yang dimaksud dengan nama lain adalah nama yang sesuai dengan asal-usul atau adat istiadat setempat.

Huruf q
Cukup jelas
Huruf r
Cukup jelas
Huruf s
Cukup jelas
Huruf t
Cukup jelas
Huruf u
Cukup jelas
Huruf v
Cukup jelas

Huruf w
Cukup jelas
Huruf x
Cukup jelas
Huruf y
Cukup jelas
Huruf z
Cukup jelas
Huruf aa
Cukup jelas

Huruf bb
Kawasan perdesaan ada yang merupakan sebagian besar wilayah daerah otonom, ada yang berada pada
bagian tertentu dari wilayah daerah otonom, ada yang berada pada bagian dua atau lebih wilayah daerah
otonom.

Sedangkan yang dimaksud dengan bercirikan perdesaan adalah kawasan yang kegiatan utama
masyarakatnya di bidang lingkup pertanian, termasuk kegiatan pengelolaan sumber daya alam, dan kondisi
fisik wilayahnya menggambarkan susunan fungsi kawasan sebagai permukiman, pelayanan jasa dan sosial,
kegiatan ekonomi, dan pemerintahan.

Huruf cc
Kawasan perkotaan ada yang merupakan sebagian besar wilayah daerah otonom, ada yang berda pada
bagian tertentu dari wilayah daerah otonom, ada yang berada pada bagian dua atau lebih wilayah daerah
otonom, serta ada kawasan perkotaan yang dibangun atau dikembangkan dari kawasan perdesaan.

Sedangkan yang dimaksud dengan bercirikan perkotaan adalah kawasan yang kegiatan utama
masyarakatnya di bidang non pertanian, dan kondisi fisik wilayahnya menggambarkan susunan fungsi
kawasan sebgai pusat permukiman, distribusi, pelayanan jsa dan sosial, kegiatan ekonomi, industri,
perdagangan, perbankan dan pemerintahan.

Huruf dd
Cukup jelas
Huruf ee
Cukup jelas
Huruf ff
Cukup jelas

Pasal 2
Dalam Pemerintah menjalankan kebijakan desentralisasi dapat dilihat dalam penjelasan umum, ialah
kemudian mengenai pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara umum berdasarkan undang -
undang ini. Keberadaan daerah yangh bersifat khsuus dan atau istimewa selain diatur berdasarkan undang -
undang ini, sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dapat juga diatur


RGS Mitra Page 58 of 91

berdasarkan undang-undang tersendiri.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan wilayah daerah dalam ayat ini pada dasarnya adalah daratan. Artinya, daratan
sebagai wilayah utama yang bagian -bagian tertentu masih digenangi air maupun tidak dan dipengaruhi oleh
proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intruisi garam. Dengan demikian wilayah itu dapat
mencakup pula wilayah pantai, rawa, pesisir, sungai dan danau.

Mengingat wilayah negara antara lain berbentuk pulau besar, pulau kecil, kepulauan dan gugusan pulau -
pulau yang jarak satu sama lain ada yang luas dan ada yang sempit, dimana jarak yang sempit seolah-olah
berhimpit hanya dipisahkan dalam ukuran puluhan sampai ratusan meter. Oleh karena itu untuk
menentukan wilayah daerah tidak dapat disamaratakan, hanya hal yang bersifat umum dapat dilakukan
pengaturan, sedangkan pengaturan secara spesifik ditentukan oleh kondisi fisik geografis masing-masing
daerah dalam undang-undang pembentukan daerah.

Ayat (3)
Provinsi sebagai daerah otonom sekaligus adalah sebagai wilayah administrasi, dapat diartikan bahwa
Kepala Daerah Provinsi sekaligus juga Kepala Wilayah Administrasi Provinsi. Sebagai Kepala Wilayah
Provinsi diberikan pelimpahan untuk menangani sebagian kewenangan pengelolaan wilayah oleh
Pemerintah.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Daya saing daerah adalah merupakan kombinasu antara faktor kondisi ekonomi daerah, kualitas
kelembagaan publik daerah dan teknologi, yangs ecara agregat membangun kemampuan daerah untuk
bersaing dengan daerah lain di Indonesia dan di luar negeri.

Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Hubungan kewilayahan, artinya bahwa daerah otonom itu dibentuk, disusun dan diselenggarakan di dalam
wilayah Negara Kestauan Republik Indonesia yang menjadi otoritasnya negara. Jadi wilayah daerah
merupakan satu kestauan wilayah negara yang utuh dan bulat. Dengan demikian wilayah itu tidak
diotonomikan dan disusun bertingkat-tingkat, namun Daerah diberi wewenang untuk melaksanakan dan
mengelola sebagian wewenang Pemerintah dari bagian urusan kewilayahan, misalnya dalam bentuk
pembinaan wilayah.

Hubungan Kewenangan, artinya bahwa daerah otonom memiliki tugas, wewenang, kewajiban, hak, dan
tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, yang berasal dari pemberian dan


RGS Mitra Page 59 of 91

pengakuan oleh Pemerintah sesuai peraturan perundang-udnangan. Karena otonomi daerah itu berasal dari
pemberian ataupun pengakuan Pemerintah maka daerah wajib untuk mempertanggungjawabkan
pelaksanaannya kepada Pemerintah. Dengan demikian seluas dan sebesar apapun tugas, wewenang,
kewajiban, hak suatu daerah (otonomi daerah), tetap ada dalam batas, ruang lingkup dan kendali wewenang
Pemerintah.

Hubungan Keuangan adalah hubungan yang merupakan suatu konsekuensi untuk mencapai tujuan
dibentuknya daerah otonom dan diberikannya otonomi daerah. Artinya kepada Daerah Otonom diberikan
tugas, wewenang, yang sekaligus diberi hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dalam
menyelenggarakan otonominya. Oleh karena itu Daerah oleh Pemerintah diberikan sumber-sumber
pendapatan, yang pada awalnya sumber pendapatan itu menjadi kewenangan Pemerintah.

Dengan demikian hubungan antara daerah dan pusat daat dilihat dari hubungan keuangan yang seperti itu.
Hubungan keuangan antara Provinsi dan Kabupaten/ Kota dapat dilihat dari sistem dan prosedur dalam
pembagian hasil pengelolaan sumber-sumber pendapatan yang diatur oleh Pemerintah, salah satunya adalah
Daerah diberi sumber -sumber keuangan yang dapat dikelola sendiri. Ada pula dengan subsidi, bantuan,
ataupun bentuk lain, baik dengan suatu arahan ataupun diberi keleluasaan pengelolaannya, ada pula dengan
bagi hasil.

Hubungan Administartif dan Manajemen, artinya bahwa tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan
urusan -urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah adalah menjadi tanggung jawab Pemerintahan
Nasional (Pusat) karena externalities (dampak) akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi
tanggung jawab negara. Peran Pemerintah dalam kerangka otonomi daerah akan banyak bersifat
menentukan kebijakan makro, emlakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan pemberdayaan
sehingga daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan lebih banyak
bersifat pelaksanaannya otonomi tersebut.

Dalam melaksanakan otonominya, Daerah berwenang membuat kebijakan Daerah. Kebijakan yang diambil
Daerah adalah dalam batas-batas otonomi yang diserahkan kepadanya dan tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundangan yang lebih tinggi. Dalam banyak hal keputusan yang ebrsifat administratif yang
dibuat oleh daerah keabsahannya setelah mendapatkan legalitas dari Pemerintah atau setidak -tidaknya
mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Sebagai konsekuensi bagi setiap daerah yang
dalam pembuatan keputsuan administrasi menyimpangi apalagi bertentangan dengan pedoman ataupun
ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah, maka Pemerintah berwenang untuk membatalkannya dan
Daerah wajib untuk mentaati.

Hubungan pemanfaatan sumber daya adalah merupakan konsekuensi dari pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya yang keberadaannya seringkali melingkupi beberapa daerah otonom. Ddalam
kaitan ini hubungan dimaksud diwujudkan dalam kerjsama pengelolaan dan/ atau bagi hasil atas
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dimaksud.

Atas dasar uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Pemerintah Daerah dan
Pemerintah bersifat saling bergantung (dependent), dan subordinate.

Urusan pemerintahan yang tidak diserahkan adalah urusan yang bersifat absolut menjadi kewenangan
pemerintah seperti urusan pemerintahan dalam bidang hubungan luar negeri, yustisi, pertahanan, keamanan,
moneter, fiskal nasional, agama, dan bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya.

Pasal 8
Dalam penyelenggaraan pemerintahan urusan pemerintahan yang tdiak diserahkan kepada Daerah dapat
dilaksanakan oleh Pemerintah atau didekonsentrasikan kepada perangkat pusat dan/ atau Gubernur selaku
wakil Pemerintah ataupun ditugaspembantuankan kepada daerah dan desa. Hubungan penyelenggaraan
urusan pemerintahan berdasar asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan diselaraskan dengan
penyelenggaraan otonomi daerah.

Pasal 9
Ayat (1)
Kawasan khusus adalah kawasan startegis yang secara nasional menyangkut hajat hidup orang banyak dari


RGS Mitra Page 60 of 91

sudut politik, sosial, budaya, lingkungan, dan pertahanan keamanan. Dalam kawasan khusus
diselenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu sesuai kepentingan nasional. Kawasan khusus dapat
berupa kawasan otorita, kawasan perdagangan bebas, dan kegiatan industri dan sebagainya.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 10
Kawasan Khusus berskala regional adalah cakupan kerja dan pelayanannya sebatas Provinsi yang dapat
berbentuk lahan untuk pengembangan perumahan, industri kecil, pariwisata, ekonomi terpadu, perdagangan
dan sebagainya.

Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan evaluasi terhadap kemampuan daerah dalam ayat ini adalah penilaian dengan
menggunakan sistem pengukuran kinerja serta indikator -indikatornya, yang meliputi masukan, proses,
keluaran, dan dampak. Pengukuran dan indikator kinerja digunakan untuk memperbandingkan antara satu
daerah dengan daerah lain, dengan angka rata-rata secara nasional untuk masing-masing tingkat
pemerinathan, atau dengan hasil tahun -tahun sebelumnya untuk masing-masing daerah.
Aspek lain yang dievaluasi antara lain adalah: keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan; upaya-upaya dan kebijakan yang diambil; ketaatan terhadap peraturan perundang -undangan
dan kebijakan nasional; dan dampak dari kebijakan daerah.

Ayat (3)
Hasil evaluasi dapat berupa pengelompokan daerah otonom sesuai tingkat kemampuannya, msialnya
kelompok daerah mampu, kelompok daerah kurang mampu, dan kelompok daerah tidak mampu, atau
dalam model pengelompokan lainnya dengan maksud untuk lebih memudahkan menetapkan bentuk dan
cara pembinaan atau memberikan fasilitasi.
Untuk melakukan pembinaan daerah yang kurang mampu, perlu diidentifikasi permasalahannya, dan
apabial permasalahan itu menyangkut kesulitan solvabilitas dapat diberikan dana darurat oleh pemerintah.

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Penetapan Undang -undang pada ayat ini dilengkapi dengan peta wilayah yang menggambarkan batas dan
cakupan wilayah untuk memberikan kepastian letak geografis setiap daerah secara tepat.

Ayat (2)
Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ayat ini sekurang -kurangnya memuat materi pengaturan
mengenai kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan, potensi daerah, pengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan rakyat, sumber daya manusia, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas wilayah,
pertahanan dan keamanan serta kriteria, prosedur, pentahapan, penggabungan, dan penghapusan suatu
daerah.

Begitu pula peraturan pemerintah mengenai perluasan wilayah daerah dan perubahan batas wilayah
sekurang-kurangnya memuat materi pengaturan mengenai tata cara melakukan pengkajian, ruang lingkup
objek kajian, persyaratan teknis dan administratif, prosedur, dan untuk pemindahan ibu kota daerah masih
diperlukan ketentuan mengani studi kelayakan, daya dukung wilayah serta aksesibilitas terhadap wilayah
yang dilayani.



RGS Mitra Page 61 of 91

Ayat (3)
Yang dimaksud rupa bumi adalah bagian -bagian wilayah yang senyatanya ada dan/ atau kemudian ada,
namun belum diberi nama, seperti: tanah timbul, semenanjung, bukit/ gunung/ pegunungan, sungai, delta,
danau, lembah, selat, pulau, dan sebagainya.

Pasal 15
Ayat (1)
Urusan pemerintahan yang tidak bersifat absolut dapat diserahkan kepada Daerah dengan menggunakan
kriteria dalam rangka untuk mewujudkan proporsionalitas dalam pembagian urusan pemerintahan. Kriteria
yang digunakan dalam undang-undang ini meliputi:
a. Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan
mempertimbangkan dampak/ akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan yang memerlukan pelayanan
tersebut. Eksternalitas sangat terkait dengan akuntabilitas. Makin luas eksternalitas yang ditimbulkan
akan makin tinggi otoritas yang diperlukan untuk menangani urusan tersebut. Contoh, sungai atau hutan
yang mempunyai eksternalitas regional seyogyanya menjadi tanggung jawab Provinsi untuk
mengurusnya.
b. Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan pertimbangan
bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang
lebih langsung/ dekat dengan dampak/ akibat dari bagian urusan yang harus ditangani tersebut, dengan
demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
c. Kriteria Efisiensi adalah pendekatan dalam pendistribusian bagian urusan dengan mempertimbangkan
tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan
kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan.
Apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna
dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan/ atau Daerah Kabupaten/ Kota dibandingkan apabila ditangani oleh
Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada Daerah Provinsi dan/ atau Daerah Kabupaten/
Kota.
Sebaliknya apabila suatu bagian urusan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna bila ditangani oleh
Pemerintah maka bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh Pemerintah.

Hal ini bermakna bahwa penyelenggaraan suatu bagian urusan pemerintah pada strata pemerintahan
tertentu sekaligus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya ekonomi biaya tinggi.
Untuk itu pendistribusian bagian urusan harus disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup wilayah
beroperasinya bagian urusan pemerintah tersebut. Ukuran daya guna tersebut dilihat dari besarnya manfaat
yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi.
Selain 3 (tiga) kriteria tersebut harus juga mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan
pemerintahan antar tingkatan pemerintahan yang berarti bahwa urusan pemerintah yang dikerjakan oleh
tingkatan pemerintahan yang berbeda bersifat saling berhubungan (inter -koneksi) dan saling tergantung
(inter -dependensi) dalam suatu sistem, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan tidak berakibat timbulnya
friksi antar daerah.

Ayat (2)
Urusan yang bersifat wajib merupakan urusan pemerintahan yang harus dilaksanakan oleh Daerah Otonom
dalam rangka memberikan pelayanan dasar kepada masyarakatnya.

Urusan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang dikembangkan oleh suatu daerah dengan
mengingat potensi dan karakter masing-masing daerah. Urusan yang bersifat pilihan ini dilaksanakan oleh
Daerah dalam rangka untuk mengembangkan daya saing daerah.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan moneter dan fiskal nasional adalah kebijakan makro ekonomi.
Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh Pemerintah kepada Daerah
sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan Daerah dalam menumbuh -kembangkan kehidupan beragama.

Ayat (5)
Huruf a


RGS Mitra Page 62 of 91

Yang dimaksud dengan norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat sebagai panduan dan
pengendalian dalam melakukan kegiatan; yang dimaksud dengan standar adalah spesifikasi teknis atau
sesuatu yang dilakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan; yang dimaksud dengan prosedur
adalah tahap dan tata cara yang harus dilalui dan diikuti untuk menyelesaikan suatu kegiatan.

Huruf b
Pembinaan kepada Daerah dilakukan Pemerintah dengan memberikan fasilitasi, supervisi, dan bimbingan
penyelenggaraan otonomi daerah. Sedangkan pengawasan dilakukan oleh Pemerintah dengan
memberlakukan pengawasan preventif terhadap peraturan daerah tertentu, dan pengawasan represif
terhadap semua produk kebijakan daerah.

Huruf c
Yang dimaksud Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang berskala nasional adalah pengelolaan sumber daya
manusia secara nasional yang meliputi aspek perencanaan, formasi, rekrutmen, penempatan, pengembangan
karir, penggajian, kesejahteraan, penilaian, mutasi, dan pemberhentian PNS, termasuk kegiatan supervisi,
fasilitasi dan peningkatan kapasitas PNS dalam pengelolaan kepegawaian Daerah.

Huruf d
Cukup jelas.

Ayat (6)
Peraturan perundang -undangan dalam ayat ini meliputi undang-undang, peraturan pemerintah pengganti
undang -undang, peraturan pemerintah, dan Keputusan Presiden.

Pasal 16
Ayat (1)
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Provinsi adalah urusan -urusan yang berdasarkan kriteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi memerlukan cakupan wilayah pelayanan antar Kabupaten/ Kota
(regional) dengan cakupan wilayah pelayanan antar Kabupaten/ Kota yaitu pelayanan yang meliputi lebih
dari satu Kabupaten atau Kota dalam satu wilayah Provinsi. Jenis- jenis urusan pelayanan tersebut seperti
urusan aliran sungai, hutan, perhubungan, irigasi, jasa, lintas Kabupaten/ Kota.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud regional adalah cakupan wilayah dalam satu Provinsi atau lintas Kabupaten/ Kota dalam
satu wilayah Provinsi.

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Dapat menyelenggarakan pendidikan sendiri dan atau hanya memberikan perijinan untuk pihak lain
menyelenggarakannya.

Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j


RGS Mitra Page 63 of 91

Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan semua urusan pemerintahan adalah urusan-urusan pemerintahan yang bersifat tidak
absolut/ concurrent yang berdasarkan kriteria menjadi kewenangan Kabupaten/ Kota untuk diatur dan
diurus sesuai dengan prinsip otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Seperti: jalan, drainese, irigasi, penyediaan air bersih, pemakaman, penanggulangan kebakaran, kebersihan,
pertamanan, pasar, angkutan umum, penerangan jalan, rumah potong hewan, penanganan dan pengelolaan
limbah.

Huruf d
Seperti: penegakan peraturan daerah, penanganan gangguan sosial, kerukunan antar warga.

Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Yang dimaksud dengan pelayanan administrasi umum pemerintahan antara lain meliputi administrasi
kependudukan, perijinan, pemberian keterangan dan informasi kepada masyarakat.

Huruf i
Seperti: keselamatan di jalan raya, alat transportasi, pemukiman, pangan, obat, dll.

Huruf j
Seperti: layanan pos, telekomunikasi, listrik, bank, sarana ibadah, sarana olah raga, dan

Huruf k
Urusan wajib lainnya adalah urusan-urusan pemerintahan yang berdampak lokal yang menyangkut
pelayanan dasar masyarakat yang berkembang terus sesuai dengan dinamika perkembangan kebutuhan
masyarakat.

Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)


RGS Mitra Page 64 of 91

Cukup jelas
Ayat (7)
Pengakuan dari pemerintah dimaksudkan agar urusan pemerintahan yang diaktualisasi oleh Daerah betul-
betul merupakan urusan pemerintahan yang dapat meningkatkan daya saing daerah namun tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Pemberian kewenangan oleh Pemerintah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya di
wilayah laut dalam bidang dan batas tertentu dilakukan dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Hubungan keuangan ditandai dengan adanya sistem pendanaan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah.
Hubungan ini dapat pula terbentuk apabila ada tugas pembantuan dari Provinsi kepada Kabupaten/ Kota
dalam wilayahnya yang diikuti dengan pendanaannya.

Huruf a
Pendanaan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan ditandai dengan adanya sistem perimbangan
keuangan antara Pusat dan Daerah.

Huruf b
Pendanaan urusan pemerintahan yang didekonsentrasikan ditandai dengan adanya pendanaan yang
bersumber dari APBN melalui instansi vertikal yang menugaskan.

Huruf c
Pendanaan urusan pemerintahan yang ditugaspembantuankan ditandai dengan adanya pendanaan yang
bersumber dari APBN dan atau melalui APBD Provinsi, Kabupaten/ Kota dalam rangka penyelenggaraan
tugas pembantuan di Daerah dan Desa.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Hubungan kewilayahan terlihat dari posisi wilayah Kabupaten/ Kota dan wilayah kawasan khusus yang ada
dalam wilayah Provinsi yang ditata dalam sistem tata ruang wilayah yang terintegrasi.

Ayat (2)


RGS Mitra Page 65 of 91

Yang dimaksud dengan pengaturan hubungan kawasan khusus dalam ayat ini adalah pengaturan hubungan
antara kewenangan dalam pengelolaan kawasan khusus dengan pelaksanaan kewenangan yang diserahkan
kepada daerah, yang sekurang-kurangnya meliputi bagian urusan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah di kawasan khusus, koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, pengawasan, pelestarian
lingkungan serta pemanfaatan hasilnya.

Pasal 25
Ayat (1)
Hubungan administrasi ditandai dengan adanya hubungan pembinaan, pengawasan dan koordinasi
Pemerintah Daerah Provinsi terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Pemerintah Daerah dan DPRD memiliki tanggung jawab yang sama dalam membentuk Peraturan Daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ayat (2)
Susunan Pemerintah Daerah menggambarkan hierarki tata laksana penyelenggaraan pemerintahan secara
utuh sebagai satu kesatuan dalam sistem pemerintahan nasional.

Ayat (3)
Cukup jelas


Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengelolaan keuangan daerah mencakup keseluruhan kegiatan yang terdiri dari perencanaan, penguasaan,
penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban keuangan atas penggalian sumber -sumber keuangan
dan pemanfaatannya.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan satu pasangan adalah pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
dilaksanakan secara bersamaan.

Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas


RGS Mitra Page 66 of 91

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Pengawasan terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota disini dikecualikan pengawasan terhadap
Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota yang mengatur tentang Pajak dan Retribusi Daerah merupakan
kewenangan dari Pemerintah.
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Yang dimaksud dengan bagian rupa bumi adalah bagian-bagian wilayah yang senyatanya ada dan/ atau
kemudian ada, namun belum diberi nama, seperti: tanah timbul, semenanjung, bukit/ gunung/ pegunungan,
sungai, delta, danau, lembah, selat, pulau, dan sebagainya.

Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Cukup jelas
Huruf q
Cukup jelas
Huruf r
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Yang dimaksud dipilih secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil serta beradab adalah:
a. Langsung: Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai
dengan kehendak dan hati nuraninya tanpa perantara.


RGS Mitra Page 67 of 91

b. Umum: Pada dasarnya semua warga negara yang memnuhi persyaratan sesuai dengan undang-undang
ini berhak mengikuti Pemilihan Kepala Daerah. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna
menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara tanpa diskriminasi
berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
c. Bebas: Setiap warga negara yang berhak memilih, bebas menentukan pilihannya tanpa tekanandan
paksaan dari siapa pun. Di salam melaksanakan haknya, setipa warga negara dijamin keamanannya
sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak dan hati nuraninya.
d. Rahasia: Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh
pihak mana pun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak
dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa suaranya diberikan.
e. Jujur: Dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah, setiap penyelenggara Pemilihan Kepala
Daerah, Aparat Pemerintah, Pasangan Calon, Partai Politik, Tim Kampanye, Pengawas Pemilihan,
Pemantau Pemilihan, Pemilih, serta semua pihak terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai
dengan peraturan perundang -undangan.
f. Adil: Dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah, setiap penyelenggara pemilihan dan semua
pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak adil. Pemilih dan Pasangan Calon harus mendapatkan
perlakuan yang adil serta bebas dari kecuarangan pihak mana pun.
g. Beradab: Dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah, setiap penyelenggara pemilihan dan
semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak sopan dengan memperhatikan adat budaya
setempat.

Pasal 35
Yang dimaksud dengan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain adalah tidak pernah menjadi warga
negara selain warga negara Republik Indonesia atau tidak pernah memiliki dua kewarganegaraan atas
kemauan sendiri.
Huruf a
Yang dimaksud dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah dalam arti taat menjalankan
kewajiban agamanya, yang dibuktikan dengan surat pernyataan.
Huruf b
Tidak pernah dihukum penjara yang dibuktikan surat keterangan dari pengadilan dimana yang bersangkutan
berdomisili.
Huruf c
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah mampu secara rohani dan jasmani untuk
melaksanakan tugas sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang dibuktikan dengan Surat
Keterangan Dokter Pemerintah.
Huruf d
Pembuktian kesetiaan dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan 2 (dua) kali dalam masa jabatan yang sama adalah secara berturut-turut ataupun
tidak berturut-turut baik di daerah yang sama maupun di daerah lain, sedangkan jabatan yang sama adalah
jabatan yang setingkat misalnya Bupati/ Walikota, kecuali untuk menduduki jabatan Gubernur atau Wakil
Gubernur, yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan.

Huruf f
Penentuan usia dihitung pada saat pendaftaran dan dibuktikan Akte Kelahiran atau Surat Keterangan Kenal
Lahir.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Pembuktian tidak dinyatakan pailit dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan.
Huruf i
Berpendidikan yang dibuktikan dengan ijazah formal.
Huruf j
Pembuktian bukan bekas organisasi terlarang dengan surat keterangan dari kepolisian dimana yang
bersangkutan berdomisili.
Huruf k
Pembuktian tidak sedang dicabut hak pilihnya dengan surat keterangan dari Pengadilan dimana yang
bersangkutan berdomisili.


RGS Mitra Page 68 of 91

Huruf l
Pembuktian tidak dalam status terdakwa dengan surat dari pengadilan dimana yang bersangkutan
berdomisili.
Huruf m
Yang dimaksud dengan perbuatan tercela adalah suatu perbuatan yang melanggar ketentuan masyarakat
perundang-undangan, adat istiadat yang masih hidup dan diakui oleh masyarakat setempat, norma agama,
norma susila yang dibuktikan dengan surat pernyataan kelakuan baik dari instansi yang berwenang.
Huruf n
Pembuktian daftar kekayaan pribadi dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan.
Huruf o
Cukup jelas
Huruf p
Pembuktian kesediaan dicalonkan dengan surat pernyataan dari yang bersangkutan.

Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan anggota masyarakat adalah tokoh adat, tokoh agama dan lembaga swadaya
masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penjaringan adalah kegiatan mendapatkan para bakal calon yang memenuhi
persyaratan melalui pendaftaran sampai dengan kegiatab memenuhi kelengkapan administrasi bakal calon
sesuai ketentuan peraturan perundang -undangan. Sedangkan penyaringan adalah kegiatan penelitian dan
pengujian keabsahan persyaratan administrasi bakal calon dari hasil penjaringan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan bakal calon lain adalah bakal calon yang diajukan di luar Partai Politik ataupun
gabungan Partai Politik, sedangkan yang dimaksud dengan 1% dari jumlah pemilih yaitu harus
mencerminkan keterwakilan 50% dari jumlah kecamatan untuk bakal calon Kepala Daerah/ Wakil Kepala
Daerah Kabupaten/ Kota dan keterwakilan 50% dari jumlah Kabupaten/ Kota untuk bakal calon Kepala
Daerah/ Wakil Kepala Daerah Provinsi.

Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Bakal Calon Gubernur/ Wakil Gubernur dikonsultasikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri
karena kedudukannya sebagai wakil pemerintah di daerah. Sedangkan untuk Bakal Calon Bupati/ Wakil
Bupati dan Walikota/ Wakil Walikota dikonsultasikan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.
Pelaksanaan konsultasi dimaksudkan untuk meneliti kelengkapan dokumen adminsitrasi setiap pasangan
bakal calon, sebagai bentuk transparan terhadap proses penyelenggaraan pemilihan. Pemberitahuan hasil
konsultasi tersbeut disampaikan kepada DPRD paling lambat 14 hari setelah dokumen diterima, dan apabila
ada penyempurnaan DPRD wajib menyempurnakan dokumen melalui Panitia Pemilihan paling lambat 7
hari setelah pemberitahuan diterima. Penetapan Pasangan Bakal Calon menjadi Pasangan Calon
dilaksanakan setelah ada pemberitahuan tertulis sebagai hasil konsultasi.



RGS Mitra Page 69 of 91

Ayat (8)
Penetapan Pasangan Calon oleh DPRD dilaksanakan dan disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD
berdasarkan hasil konsultasi Pasangan Bakal Calon, yang hasilnya ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ditetapkan adalah pengesahan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Dearah dengan
Keputusan Pemerintah.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan putaran adalah pelaksanaan pemungutan suara lanjutan apabila tidak diperoleh
calon terpilih yang memperoleh dukungan suara lebih 50% dari jumlah suara dalam pemilihan.

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pada putaran kedua dimungkinkan terdapat lebih dari 2 (dua) pasangan calon yang diikutkan dalam
pemilihan, misalnya:
Putaran pertama: peserta pasangan bakal calon memperoleh masing-masing pasangan A 1.700 suara,
pasanagn B 1.400 dan pasangan C 1.400 suara.
Pada putaran kedua, ketiga pasangan calon diikutsertakan dalam pemilihan untuk memperoleh suara
terbanyak.

Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan berhalangan tetap adalah meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas


RGS Mitra Page 70 of 91



Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pada waktu pengucapan sumpah/ janji lazimnya dipakai kata-kata tertentu sesuai dengan agama masing-
masing, misalnya untuk penganut agama Islam didahului dengan kata "Demi Allah" dan untuk penganut
agama Kristen/ Katolik diakhiri dengan kata-kata "Semoga Tuhan Menolong Saya", untuk agama Budha
diawali dengan ucapan "Demi Sang Hyang Adi Buddha", dan untuk agama Hindu diawali dengan ucapan
"Om Atah Paramawisesa".

Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pejabat yang ditunjuk adalah Menteri Dalam Negeri untuk melantik Gubernur dan
Gubernur untuk melantik Bupati/ Walikota.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas

Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Kepala Dearah memandang perlu dapat disampaikan sewaktu-waktu bertalian
dengan kejadian-kejadian ataupun gejala- gejala berkenaan dengan tanggung jawab Kepala Daerah yang
secepatnya harus diketahui oleh Pemerintah berhubung memrlukan keputusan atau kebijakan secepatnya.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Huruf a
Yang dimaksud dengan turut serta dalam perusahaan adalah ikut secara langsung dalam mengelola
perusahaan atau yayasan tersebut baik dalam kedudukan sebagai Direksi maupun Komisaris.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas.


RGS Mitra Page 71 of 91

Huruf d
Cukup jelas
Huurf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Huruf a
Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat keterangan Dokter yang berwenang.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas
Huruf a
Apabila Kepala Daerah telah berakhir masa jabatannya namun belum dilantik Kepala Daerah hasil
pemilihan atau Penjabat, Kepala Daerah yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Hak Angket adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan
Kepala Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan
negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas


RGS Mitra Page 72 of 91

Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Ayat (10)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam pengisian Sekretaris Daerah Provinsi, Gubernur mengajukan 3 (tiga) calon yang memenuhi
persyaratan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya Menteri Dalam Negeri
memberikan penilaian terhadap calon-calon serta mengusulkan kepada Presiden terhadap salah satu calon
yang paling memenuhi persyaratan untuk diangkat oleh Presiden.
Ayat (3)
Dalam pengisisan Sekretaris Daerah Kbaupaten/ Kota, Bupati/ Walikota mengajukan 3 (tiga) calon yang
memenuhi persyaratan kepada Gubernur. Selanjutnya atas dasar usulan itu Gubernur berkonsultasi kepada
Menteri Dalam Negeri untuk memberikan penilaian terhadap calon-calon serta memberikan persetujuan
terhadap salah satu calon yang paling memenuhi persyaratan untuk diangkat oleh Bupati/ Walikota.
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Di dalam perangkat daerah Sekretaris Daerah merupakan jabatan karir tertinggi sehingga seluruh kepala
unit/ instansi dinas dan lembaga teknis termasuk Sekretariat DPRD dalam menyampaikan
pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah harus melalui Sekretaris Daerah agar tercipta kinerja perangkat
daerah secara optimal.
Ayat (4)
Susunan organisasi sekretariat DPRD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari susunan Perangkat
Daerah.
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Di dalam perangkat daerah Sekretaris Daerah merupakan jabatan karir tertinggi sehingga seluruh kepala
unit/ instansi dinas dan lembaga teknis termasuk Sekretariat DPRD dalam menyampaikan
pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah harus melalui Sekretaris Daerah agar tercipta kinerja perangkat


RGS Mitra Page 73 of 91

daerah secara optimal.
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kewenangan Camat sebagaimana dimaksud pada ayat ini bersifat generik yakni semua Camat di seluruh
Indonesia memiliki kewenangan yang sama. Camat sebagai perangkat daerah dapat diberikan tugas-tugas
tertentu oleh Bupati atau Walikota.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Di Kelurahan dapat dibentuk Lembaga Kemasyarakatan sesuai kenutuhan dan ditetapkan dengan Peraturan
Daerah seperti LKMD/ LPM, PKK, dan RW/ RT sebagai mitra Pemerintah Kelurahan dalam rangka
pemberdayaan masyarakat.
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 73
Yang dimaksud dengan Pengaturan mengenai DPRD dalam undang-undang ini adalah untuk melengkapi
pengaturan yang belum cukup diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lain, yaitu Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Pasal 74
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang lain adalah Undang -undnag Nomor 22 Tahun
2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Pasal 75
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tidak boleh berasal dari Fraksi yang sama adalah Ketua dan Wakil Ketua DPRD
harus mencerminkan Fraksi yang ada di DPRD.
Ayat (4)
Cukup jelas


RGS Mitra Page 74 of 91

Pasal 76
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan berhimpun adalah setiap anggota DPRD wajib menjadi anggota salah satu fraksi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 77
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan komisi adalah alat kelengkapan DPRD untuk menangani bidang tugas yang bersifat
umum, sedangkan panitia adalah alat kelengkapan DPRD untuk menangani bidang tugas yang bersifat
khusus.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Evaluasi yang dimaksud dalam ayat ini adalah evaluasi dengan meneliti terhadap Keputusan DPRD dan
Keputusan Pimpinan DPRD mengenai sesuai tidaknya dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi dan
peraturan daerah lain atau dengan kepentingan umum.

Evaluasi terhadap Keputusan Pimpinan DPRD dan Keputusan DPRD Provinsi dan Kpeutusan Pimpinan
DPRD dan Keputusan DPRD Kabupaten/ Kota tertentu dilakukan oleh Pemerintah.

Yang dimaksud penetapan kebijakan lebih lanjut dapat berbentuk penetapan untuk penyempurnaan,
penangguhan dan pembatalan/ pencabutan.
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Ayat (1)
Kode etik adalah suatu etika perilaku sebagai acuan kinerja anggota DPRD dalam melaksanakan tugasnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud unsur luar DPRD adalah Tokoh Masyarakat/ Agama/ Adat dan Pakar. Keanggotaan Badan
Kehormatan dari unsur luar DPRD lebih banyak daripada unsur DPRD.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap adalah
menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi secara normal yang
dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan atau tidak diketahui keberadaannya, atau
tidak hadir dalam rapat-rapat tanpa keterangan apapun selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.


RGS Mitra Page 75 of 91

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud Peraturan Daerah lainnya adalah Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Dearah Provinsi
yang mengatur objek yang sama atau sejenis dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota yang mengatur objek
yang sama atau sejenis.
Yang dimaksud dengan bertentangan dengan kepentingan umum antara lain: kebijakan yang berakibat
terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, pelayanan umum, dan ketentraman/ ketertiban umum,
kebijakan yang bersifat diskriminatif.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan wajib didaftarkan adalah Perda-Perda yang ditetapkan dan diundangkan Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabuapaten/ Kota harus disampaikan kepada Pemerintah dan Gubernur untuk
diberikan nomor register.
Pasal 85
Yang dimaksud biaya paksaan penegakan hukum adalah merupakan sanksi tambahan kepada pelanggar
Peraturan Daerah di luar dari ketentuan yang diatur dalam ketentuan pidana.
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan bersifat mengatur adalah Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang
bersifat umum dan mengikat masyarakat.
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Kepegawaian Daerah adalah suatu sistem dan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang -undangan
sekurang-kurangnya meliputi perencanaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan, pendidikan, pelatihan,
penggajian, pemberhentian, pensiun, pembinaan, kedudukan, hak, kewajiban, tanggung jawab, larangan,
sanksi, penghargaan, dan merupakan sub -sistem dari sistem kepegawaian secara nasional. Dengan demikian
kepegawaian daerah merupakan satu kesatuan jaringan birokrasi dalam kepegawaian nasional.
Ayat (2)
Pada saat ini yang dimaksud dengan undang-undang tentang pokok-pokok kepegawaian adalah UU No.8
Thaun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU No.43 Tahun 1999
beserta peraturan pelaksanaannya.
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94


RGS Mitra Page 76 of 91

Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas

Pasal 97
Ayat (1)
Presiden menyerahkan kekuasaan pengelolaan keuangan daerah kepada Gubernur/ Bupati/ Walikota selaku
kepala pemerintahan daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Dengan demikian kekuasaan ini merupakan bagian dari kekuasaan pemerintahan daerah.
Ayat (2)
Pelimpahan sebagian kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan salah satu syarat
pelaksanaan APBD.
Ayat (3)
Pemisahan kewenangan dalam ayat ini dimaksudkan agar ada check and balance baik segi penerimaan
maupun pengeluaran, sehingga dihasilkan data pendukung transaksi yang dapat dipercaya, akurat, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Ayat (4)
Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini adalah Menteri yang secara fungsional bertanggung jawab
membina penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri.
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Peraturan Daerah dalam ayat ini ditetapkan dengan mengacu juga pada peraturan pelaksanaan dari undang -
undang mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 100
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Koordinasi oleh Gubernur dalam ayat ini dimaksudkan agar Gubrenur selaku wakil pemerintah dapat
mengendalikan dan mengawasi semua kegiatan di wilayah kerjanya terjadi keharmonisan, keselarasan, dan
keseimbangan antar sumber-sumber pendanaan dan capaian sasaran program dan kegiatan.
Sumber-sumber pendanaan dimaksud meliputi: dana desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
Pasal 101
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 102
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)


RGS Mitra Page 77 of 91

Yang dimaksud dengan Analisa Standar Belanja (ASB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan
biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
Yang dimaksud dengan standar harga adalah harga setiap unit barang yang berlaku di suatu daerah.

Yang dimaksud dengan tolok ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap stauan kerja
perangkat daerah.

Yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah standar suatu pelayanan yang memenuhi
persyaratan minimal kelayakan.

Termasuk dalam peraturan perundangan antara lain pedoman penyusunan analisa standar belanja, standar
harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 103
Yang dimaksud insentif dan/ atau kemudahan dalam ayat ini adalah pemberian dari Pemerintah Daerah
antara lain dalam bentuk penyediaan sarana prasarana, dana stimulan, pemberian modal usaha, pemberian
bantuan teknis, keringanan biaya dan percepatan pemberian ijin.
Pasal 104
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengendalian yang dimaksud dalam ayat ini dimaksudkan agar jumlah kumulatif defisit APBD seluruh
Pemerintah Daerah tidak melebihi dari jumlah yang ditetapkan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 105
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini adalah Menteri Keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas

Huruf a
Yang dimaksud dengan penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD
tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, pinjaman Daerah, dana penerimaan lain yang
penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.

Huruf b
Rasio kemampuan keuangan daerah dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli
Daerah, Bagian Daerah dari Bagi Hasil Pajak tertentu dan Sumber Daya Alam tertentu, dan Dana Alokasi
Umum, setelah dikurangi belanja wajib, dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman
lain yang jatuh tempo.
Belanja wajib adalah belanja penghasilan tetap DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta gaji
dan tunjangan PNS.

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan terpenuhinya persyaratan pinjaman dalam ayat ini adalah dalam rangka
pengendalian dan pengawasan terhadap kemampuan Daerah untuk melakukan pinjaman.
Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini adalah Menteri Dalam Negeri.

Pasal 106
Ayat (1)
Persetujuan DPRD dimaksud mempertimbangkan antara lain: kemampuan daerah untuk membayar, batas
maksimum pinjaman, penggunaan dana pinjaman, angsuran pokok pinjaman, jangka waktu pinjaman, masa


RGS Mitra Page 78 of 91

tenggang pengembalian pokok pinjaman dan tingkat bunga.

Yang dimaksud dengan likuiditas Kas Daerah adalah kecukupan untuk membayar kewajiban -kewajiban dan
belanja daerah sesuai dengan anggaran kas yang telah direncanakan.

Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pengendalian moneter dan keamanan perekonomian nasional.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Pemerintah dalam hal ini adalah Menteri Keuangan setelah memperoleh
pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri. Pertimbangan sebagaimana dimaksud bertujuan untuk menjaga
kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan dan menghindari kemungkinan adanya beban yang
berlebihan yang ditanggung oleh generasi yang akan datang. Pertimbangan dimaksud meliputi: kemampuan
daerah dalam membayar bunga dan pokok pinjaman, kesesuaian jenis proyek/ kegiatan yang akan dibiayai
dari dana pinjaman tersebut.

Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 107
Cukup jelas
Pasal 108
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan satu kesatuan adalah bahwa setiap penganggaran pendapatan digunakan untuk
mendanai kewajiban daerah yang dituangkan dalam belanja daerah. Dalam hal pendapatan daerah lebih
besar dari belanja daerah disebut surplus anggaran. Dalam hal pendapatan daerah lebih kecil dari belanja
daerah disebut defisit anggaran.
Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit.
Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan dana tersebut antara lain
untuk investasi, penyertaan modal, pengisian dan/ atau pembentukan dana cadangan dan sebagainya.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan dirinci menurut organisasi adalah pendapatan dirinci berdasarkan organisasi yang
bertanggung jawab memungut dan mengelola pendapatan.

Yang dimaksud dengan dirinci menurut fungsi adalah pendapatan dirinci berdasarkan fungsi pemerintahan
misalnya pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan fungsi-fungsi lainnya.
Yang dimaksud dengan dirinci menurut jenis adalah pendapatan dirinci berdasarkan jenis pendapatan
misalnya pajak daerah, retribusi daerah, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
Yang dimaksud dengan dirinci menurut organisasi adalah belanja dirinci berdasarkan organisasi pengguna
anggaran seperti DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD
serta Dinas daerah dan lembaga teknis daerah lainnya.

Yang dimaksud dengan dirinci menurut fungsi adalah belanja dirinci berdasarkan fungsi pemerintahan
misalnya pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan fungsi-fungsi lainnya.
Yang dimaksud dengan dirinci menurut jenis adalah belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan,
belanja perjalanan dinas dan belanja modal.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 109
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan terukur secara rasional yaitu jumlah yang dianggarkan dalam pendapatan antara
lain mempertimbangkan kapasitas daerah untuk menghasilkan pendapatan, indikator perekonomian daerah,
dan kemampuan Pemerintah Daerah untuk memungut setiap sumber pendapatan.


RGS Mitra Page 79 of 91

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 110
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan penyusunan anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran
yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input
yang ditetapkan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yaitu Pejabat yang diberi kuasa oleh Kepala
Daerah mengelola Keuangan Daerah yang mempunyai tugas meliputi menyusun dan melaksanakan
kebijakan pengelolaan APBD, mengelola akuntansi, menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini adalah Menteri yang secara fungsional bertanggung jawab
membina penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri.

Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud Pemerintah dalam ayat ini adalah Menteri yang secara fungsional bertanggung jawab
membina penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri.

Pasal 112
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercpainya keserasian antara
kebijakan Daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur,
serta untuk meneliti sejauh mana APBD Provinsi tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi, dan Peraturan Daerah lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Apabila Gubernur bersama DPRD tidak melakukan penyempurnaan Peraturan Daerah dan Gubernur tidak
menyempurnakan keputusannya, sebagian maupun seluruhnya, maka Peraturan Daerah dan Keputusan
Kepala Daerah dapat dinyatakan batal demi hukum/ cacat hukum.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 113


RGS Mitra Page 80 of 91

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan untuk tercapainya keserasian antara
kebijakan Daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentinagn aparatur,
serta untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/ Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum,
peraturan yang lebih tinggi, dan Peraturan Daerah lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Apabila Bupati/ Walikota bersama DPRD tidak melakukan penyempurnaan Peraturan Daerah dan Bupati/
Walikota tidak menyempurnakan keputusannya, sebagian maupun seluruhnya, maka Peraturan Daerah dan
Keputusan Kepala Daerah dapat dinyatakan batal demi hukum/ cacat hukum.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 114
Ayat (1)
Tidak mengambil keputusan menyetujui dapat diartikan pula mengambil keputusan untuk tidak menyetujui.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 115
Ayat (1)
Belanja DPRD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari APBD. Dengan demikian penyusunan,
pelaksanaan tata usaha, dan pertanggungjawaban belanja DPRD diperlakukan sama dengan belanja
perangkat Daerah lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan disusun sesuai dengan peraturan perundang -undangan antara lain Undang-undang
mengenai Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Undang -undang mengenai
Keprotokolan, Peraturan Pemerintah mengenai Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan
Anggota DPRD.

Pasal 116
Ayat (1)
Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari APBD.
Dengan demikian penyusunan, pelaksanaan tata usaha, dan pertanggungjawaban belanja Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah diperlakukan sama dengan belanja perangkat Daerah lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan disusun sesuai dengan peraturan perundang -undangan antara lain Peraturan
Pemerintah mengenai Hak Keuangan dan Administratif Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.



RGS Mitra Page 81 of 91

Pasal 117
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud menurut ukuran rasional dapat dilaksanakan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
berakhir yaitu 3 (tiga) bulan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 118
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan surat keputusan lain yang berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi seperti Surat-
surat Keputusan mengenai Kepegawaian, Daftar Alokasi Dana Alokasi Khusus, Daftar Alokasi Dana
Darurat.

Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Pejabat Daerah lainnya adalah Kepala Satuan Kerja, Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah, Bendahara, dan PNS lainnya.


Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan likuiditas keuangan daerah dalam ayat ini adalah cukup tersedianya uang yang
dapat digunakan sewaktu-waktu untuk mendanai belanja daerah sebagaimana ditetapkan dalam APBD.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 121
Ayat (1)
Laporan pertanggungjawaban APBD dalam ayat ini termasuk laporan kinerja yang menggambarkan
efisiensi, efektivitas, dan penghematan pengelolaan keuangan daerah.
Ayat (2)
Laporan selain yang telah disebut dalam ayat ini adalah Laporan Kinerja Keuangan dan Laporan Perubahan
Ekuitas Dana, sebagaimana dimaksud dalam Standar Akuntansi Pemerintahan.
Catatan Atas Laporan Keuangan dalam ayat ini meliputi sekurang-kurangnya:
(1)menyajikan informasi tentang kebijakan daerah berikut kendala yang dihadapi dalam implementasinya,
(2) menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja selama tahun berkenaan; (3) menyajikan informasi tentang dasar
penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang dipilih; (4) mengungkapkan informasi yang
diharuskan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan
keuangan; (5) menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, antara lain:
informasi pergantian kepala daerah dan atau pejabat yang menduduki jabatan strategis, informasi hutang
piutang atau penyelesaian pengadilan yang materiil yang timbul setelah akhir tahun anggaran, dsb.

Ayat (3)
Standar Akuntansi Pemerintahan disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan dan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 122
Ayat (1)


RGS Mitra Page 82 of 91

Yang dimaksud selambat-lambatnya 6 (enam) bulan dalam ayat ini tidak berarti harus diserahkan pada
batas akhir ketentuan itu, tetapi harus diperhitungkan kesempatan bagi DPRD untuk membahas dalam
waktu yang cukup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Ynag dipublikasikan kepada masyarakat yaitu Laporan Tahunan Daerah. Ringkasan Laporan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Daerah
merupakan bagian utama dari Laporan Tahunan Daerah tersebut.
Isi Laporan Tahunan Daerah yang lain misalnya informasi mengenai perkembangan perekonomian daerah,
hasil pembangunan daerah, peningkatan pelayanan masyarakat, statistik daerah, perkembangan BUMD, dan
informasi lain yang perlu diketahui oleh masyarakat.

Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan hal-hal tertentu yaitu apabila barang yang dijual tersebut tidak mempunyai nilai
ekonomis dan nilai jualnya dibawah batas yang ditetapkan dalam ketentuan mengenai persyaratan
pelelangan.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 124
Cukup jelas
Pasal 125
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kebutuhan tertentu adalah untuk kebutuhan pengeluaran yang memerlukan dana
relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Setiap pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 126
Ayat (1)
Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini sekurang-kurangnya mengatur mengenai kerangka
dan garis besar prosedur penyusunan APBD, kedudukan keuangan DPRD dan hak keuangan dan
administratif Kepala Daerah, prinsip -prinsip pengelolaan kas dan pengeluaran daerah yang telah
dilanggarkan, tata cara pengadaan barang dan jasa, prosedur pinjaman daerah, penatausahaan keuangan
daerah, prosedur pengeluaran tidak tersangka, prosedur pergeseran anggaran dan perubahan APBD,
prosedur tentang investasi/ penyertaan modal daerah, penghapusan barang milik daerah, jadual dan garis
besar muatan laporan pelaksanaan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 127
Ayat (1)
Untuk melaksanakan kerja sama antar Daerah dapat dibentuk suatu lembaga kerja sama antar Daerah yang
bersifat ad hoc.
Ayat (2)


RGS Mitra Page 83 of 91

Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 128
Cukup jelas
Pasal 129
Yang dimaksud dengan penyelesaian dalam pasal ini adalah penyelesaian terhadap suatu perbedaan
pendapat yang mengakibatkan perselisihan antar Pemerintah Daerah. Pada dasarnya perselisihan ini
bertalian dengan pelaksanaan kerja sama antar daerah, namun dapat pula terjadi akibat dari pelaksanaan
fungsi-fungsi pemerintahan yang menyangkut kepentingan antar daerah. Dengan demikian perselisihan ini
ada dalam ruang lingkup administrasi pemerintahan.
Pasal 130
Cukup jelas
Pasal 131
Cukup jelas
Pasal 132
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Bagian Daerah Kabupaten bisa merupakan kawasan ibukota Kabupaten dan kawasan yang telah tumbuh
menjadi perkotaan.
Huruf c
Merupakan kawasan perkotaan baru.
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan metropolitan adalah Kawasan perkotaan yang terdiri dari satu kota dan kawasan
Pusat permukiman di wilayah sekitarnya dalam satu kesatuan fungsional secara fisik, ekonomi dan sosial
dengan jumlah penduduk secara keseluruhan lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Lembaga pengelola yang dibentuk oleh Bupati harus berbadan hukum.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan pelayanan umum tertentu adalah pelayanan umum yang saling memberikan
dampak antar Daerah yang terkait, antara lain penanganan sampah, penyediaan transportasi, penyediaan air
bersih, penanggulangan banjir, dan lahan pemakaman.

Ayat (6)
Lembaga metropolitan yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota di kawasan metropolitan dapat
diperkuat oleh tenaga profesional sesuai kebutuhan.

Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Yang dimaksudkan dengan diklasifikasikan adalah dikelompokkan ke dalam tingkatan besaran kota, fungsi,
potensi, dan peranan kota atas dasar suatu kriteria yang terukur dengan maksud untuk dijadikan dasar dalam
pengaturan aspek kelembagaan, sarana prasarana yang diperlukan, dan pembinanya.
Pasal 135
Ayat (1)
Pemerintah Daerah mengikutsertakan masyarakat dan pihak swasta dalam perumusan kebijakan dan strategi
pengembangan kawasan perkotaan, penyusunan rencana tata ruang, penyusunan rancangan program
pembangunan dan pengendalian.


RGS Mitra Page 84 of 91

Ayat (2)
Mengingat masyarakat di kawasan perkotaan umumnya bersifat heterogen maka Pemerintah Daerah
memfasilitasi proses akulturasi dengan tujuan agar masyarakat yang terbentuk adalah masyarakat yang
berbudaya Indonesia bercirikan gotong royong, maju, dan bersatu.
Ayat (3)
Keikutsertaan masyarakat dapat dilakukan melalui mekanisme dan kelembagaan masyarakat yang ada dan/
atau pembentukan forum yang baru.

Pasal 136
Cukup jelas
Pasal 137
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kriteria tertentu yaitu: jumlah penduduk, luas wilayah, potensi Desa, asal usul, adat
istiadat, sarana dan prasarana pemerintahan.
Ayat (2)
Pembentukan Desa terjadi karena pembentukan Desa baru di luar Desa yang telah ada atau sebagai akibat
pemekaran dan/ atau penataan Desa.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Desa yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat dihapus dan/ atau
digabung.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 138
Ayat (1)
Usul perubahan Desa menjadi Kelurahan harus berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat masyarakat
setempat dan disampaikan kepada Bupati/ Walikota melalui Camat oleh Kepala Desa setelah mendapat
persetujuan Badan Perwakilan Desa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 139
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Perangkat Desa adalah perangkat pembantu Kepala Desa yang terdiri dari
Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan seperti Kepala
Dusun atau dengan sebutan lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan dipilih langsung adalah pemilihan dengan cara pemungutan suara yang
dilaksanakan berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dalam hal keadaan darurat seperti terjadinya konflik yang berkepanjangan yang mengakibatkan
pemungutan suara belum dapat dilaksanakan berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil, maka pemilihan dapat dilakukan dengan cara penunjukan oleh Bupati/ Walikota dan/ atau persetujuan
masyarakat melalui musyawarah untuk mufakat.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 140
Cukup jelas
Pasal 141
Cukup jelas
Pasal 142


RGS Mitra Page 85 of 91

Huruf a
Yang dimaksud dengan kewenangan yang sudah melekat pada Desa adalah kewenangan yang sudah ada
berdasarkan asal-usul dan/ atau adat istiadat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan adalah kewenangan yang
diserahkan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota untuk diatur Pemerintah
Desa.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan Penyelenggaraan urusan Pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh
Pemerintah dan/ atau Pemerintah Daerah adalah urusan yang berkembang karena dinamika
penyelenggaraan pemerintahan dan/ atau urusan yang secara nyata belum atau tidak dilaksanakan oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 143
Cukup jelas
Pasal 144
Penyampaian laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan Desa kepada Bupati/ Walikota
dan keterangan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan Desa kepada Badan
Perwakilan Desa sekurang -kurangnya sekali dalam satu tahun anggaran.
Kepala Desa menyampaikan pokok -pokok keterangan penyelenggaraan pemerintahan Desa kepada
masyarakat desanya.
Pasal 145
Yang dimaksud dengan melakukan pekerjaan lain adalah melakukan pekerjaan di luar sebagaimana
dimaksud Pasal 143.
Dalam rangka menjaga eksistensi dan kewajiban untuk bersikap netral secara politik, dan dapat berlaku adil
bagi masyarakat, Kepala Desa tidak diperkenankan memiliki dualisme pengabdian antara mengutamakan
kepentingan partai politik dan/ atau mengutamakan kepentingan masyarakat sehingga tidak boleh menjadi
pengurus partai politik.
Pasal 146
Cukup jelas
Pasal 147
Ayat (1)
Penunjukan Sekretaris Desa sebagai pelaksana tugas sehari-hari Kepala Desa ditetapkan dengan keputusan
Bupati/ Walikota.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 148
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dipilih adalah pemilihan dengan cara pemungutan suara yang dilaksanakan
berdasarkan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dana dil.
Yang dimaksud dengan memnuhi persyaratan adalah yang dinyatakan lolos dari proses seleksi administartif
penjaringan dan penyaringan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Fungsi pengawasan Badan Perwakilan Desa meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa,
anggaran pendapatan dan belanja Desa dan Keputusan Kepala Desa.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Dalam rangka menjaga eksistensi dan kewajiban untuk bersikap netral secara politik, dan dapat berlaku adil


RGS Mitra Page 86 of 91

bagi masyarakat, Anggota Badan Perwakilan Desa tidak diperkenankan memiliki dualisme pengabdian
antara mengutamakan kepentingan partai politik dan/ atau mengutamakan kepentingan masyarakat
sehingga tidak boleh menjadi pengurus partai politik.
Pasal 149
Cukup jelas
Pasal 150
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan lembaga masyarakat terdiri dari LKMD/ PM, PKK, RW, RT atau sebutan lain dan
Lembaga Adat sebagai mitra Pemerintah Desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 151
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Huruf a
Pendapatan asli desa meliputi: hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil
gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota adalah bantuan yang
bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/ Kota yang disalurkan melalui kas Desa dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan Desa.
Huruf d
Sumbangan dari pohak ketiga dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan atau lain-lain sumbangan serta
pemberian sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang.
Huruf e
Dalam rangka peningkatan pendapatan, Pemerintah Desa dapat melakukan Pinjaman. Pinjaman Desa dapat
bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten; Bank Pemerintah; Bank
Pemerintah Daerah; Bank Swasta; dan Sumber -sumber lain yang sah sesuai peraturan perundang-undangan.

Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Badan Usaha Milik Desa adalah badan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang -undangan.
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 152
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 153


RGS Mitra Page 87 of 91

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 154
Ayat (1)
Keputusan bersama sebagai akibat kerjasama antar Desa harus mendapat persetujuan Badan Perwakilan
Desa masing -masing. Sedangkan keputusan bersama sebagai akibat kerjasama antara Desa dengan pihak
ketiga harus mendapat persetujuan Badan Perwakilan Desa.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 155
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan perselisihan antar Desa adalah perselisihan seperti mengenai batas Desa,
kepemilikan aset Desa, dan pengelolaan sumber daya alam. Sedangkan perselisihan antar masyarakat
seperti perkelahian/ tawuran antar warga.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 156
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lembaga pengelola bersama adalah lembaga yang dibentuk secara bersama oleh Pemerintah Kabupaten dan
Kota yang berbatasan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pemerintah Daerah mengikutsertakan masyarakat dan pihak swasta dalam perumusan kebijakan dan strategi
pengembangan kawasan perdesaan, penyusunan rencana tata ruang, penyusunan rencana program
pembangunan dan pengendalian.
Ayat (5)
Keikutsertaan masyarakat dapat melalui mekanisme dan kelembagaan masyarakat yang ada dan/ atau
pembentukan forum yang baru.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 157
Cukup jelas
Pasal 158
Cukup jelas
Pasal 159
Cukup jelas
Pasal 160
Cukup jelas
Pasal 161
Cukup jelas
Pasal 162
Ayat (1)
Sistem informasi Pemerintahan Daerah sekurang -kurangnya meliputi informasi:
1. Kepegawaian dan Kelembagaan Daerah;
2. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri;
3. Pemerintahan Umum Daerah;
4. Penataan Daerah, Pejabat dan DPRD;
5. Desa dan Pemberdayaan Masyarakat;
6. Pembangunan Daerah;
7. Kependudukan;
8. Keuangan Daerah; dan


RGS Mitra Page 88 of 91


9. Produk Hukum Daerah.

Untuk keperluan penetapan batas maksimal defisit anggaran, pinjaman daerah, dan penentuan pagu dana
perimbangan disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Menteri Keuangan.

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 163
Ayat (1)
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap penyelenggaraan pemerintahan
daerah dimaksudkan untuk menjamin terlaksananya tujuan pembentukan Daerah dan penyelenggaraan
otonomi daerah, serta kebijakan nasional di Daerah yang semuanya diarahkan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat.
Ayat (2)
Cakupan pemberian fasilitasi berkaitan dengan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang diakui
melalui proses bimbingan, supervisi, konsultasi, monitoring, evaluasi, pendidikan dan pelatihan yang
mempertimbangkan hubungan tingkat pemerintahan dan penerbitan produk peraturan perundang -undangan
antara lain Keputusan Menteri dan Surat Edaran Menteri.
Ayat (3)
Penyelenggara pemerintahan daerah meliputi Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggita
DPRD, dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Ditujukan kepada daerah yang menunjukkan keberhasilan menyelenggarakan otonomi daerah.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/
atau Gubernur sebagai Wakil Pemerintah sebelum ditetapkannya suatu Peraturan Daerah tentang Pajak dan
Retribusi Daerah, RAPBD, dan Tata Ruang wilayah Provinsi dan Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kota.
Yang dimaksud dengan pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/ atau
Gubernur sebgai Wakil Pemerintah setelah ditetapkannya suatu Peraturan Daerah, Keputusan DPRD,
Keputusan Kepala Dearah, dan Keputusan Pimpinan DPRD.
Pasal 164
Cukup jelas
Pasal 165
Cukup jelas
Pasal 166
Yang dimaksud dengan permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah dugaan terjadinya
hambatan berupa penyimpangan, penyalahgunaan dan pemborosan anggaran, ketidakharmonisan antara
Pemerintah Daerah dengan DPRD, ketidakpuasan dalam hal perilaku Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah
dan perangkatnya dan DPRD serta ketidakpuasan dalam hal pemberian pelayanan masyaakat oleh
Pemerintah Daerah, krisis kepercayaan publik yang luas terhadap Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dan
lain sebagainya.
Pasal 167
Cukup jelas
Pasal 168
Ayat (1)
Pertimbangan ini dimaksudkan untuk terwujudnya keselarasan kebijakan desentralisasi sehingga
penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan prinsip dan tujuan yang ditetapkan dalam undang -undang.
Ayat (2)
Huruf a
Untuk kepentingan penataan daerah DPOD berdasarkan hasil evaluasi kemampuan Daerah dalam
penyelenggaraan otonomi daerah menyusun rekomendasi yang disampaikan kepada Pemerintah.
Huruf b
Dalam setiap pebentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah, sebelum disusun RUU maka tahapan
yang harus dilalui adalah pertimbangan dari DPOD. Hal ini dimaksudkan untuk terpenuhinya obyektifitas
dalam pembentukan daerah otonom. Rekomendasi DPOD menjadi salah satu tahaan yang harus dipenuhi
dalam tahapan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah.


RGS Mitra Page 89 of 91

Huruf c
Dalam hal pemerintah akan membentuk kawasan khusus maka DPOD memberikan pertimbangan agar
pembentukan kawasan khusus tidak menimbulkan permasalahan dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Untuk mengetahui kemampuan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan atau
menjadi kewajibannya DPOD menugaskan Sekretariat Jenderal untuk melakukan evaluasi kemampuan
daerah.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 169
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Komposisi wakil-wakil Pemerintah Provinsi dan/ atau Pemerintah Kabupaten/ Kota ini mencerminkan
keragaman Daerah terutama dilihat dari aspek bagi hasil pajak, bagi hasil non pajak, besaran APBD dan
ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 170
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Menteri dan/ atau Wakil Daerah tertentu yang diundang dalam Sidang DPOD bertindak sebagai narasumber
yang terkait dengan materi yang menjadi pokok pembahasan Sidang DPOD.
Pasal 171
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas Sekretaris Jenderal DPOD, dalam Sekretariat Jenderal DPOD
dibentuk Sekretariat Bidang Otonomi Daerah dan Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan yang masing -
masing dipimpin oleh pejabat struktural yang setara.
Ayat (4)
Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas Sekretariat DPOD dibentuk hubungan kelembagaan yang
saling mendukung antara pejabat struktural di lingkungan Sekretariat Jenderal DPOD dengan pejabat
struktural yang setara baik pada Departemen Dalam Negeri maupun Departemen Keuangan.
Pasal 172
Sekretariat Jenderal DPOD memberikan fasilitasi untuk optimal tugas-tugas tenaga ahli dan kelompok kerja
sesuai kebutuhan.
Pasal 173
Cukup jelas
Pasal 174
Yang dimaksud dengan undang-undang lain adalah undang- undang yang bertalian dengan pembentukan
dan status otonomi yang diberikan kepada Provinsi Papua, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal 175


RGS Mitra Page 90 of 91

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur dalam ayat ini adalah bahwa
untuk Gubernur mengutamakan pertimbangan terhadap bakal calon dari keturunan Almarhum Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, untuk Wakil Gubernur mengutamakan pertimbangan terhadap bakal calon dari
keturunan Almarhum Sri Paku Alam VIII.
Pasal 176
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Otonomi daerah di Provinsi DKI Jakarta bersifat tunggal sehingga wilayah kota dan kabupaten di Provinsi
DKI Jakarta tidak bersifat otonom.
Ayat (4)
Huruf a
Provinsi DKI Jakarta dalam kedudukan sebagai ibu kot negara memiliki tugas, hak, kewajiban, dan
tanggung jawab.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan keterpaduan dalam huruf c adalah keterpaduan di dalam proses penyusunan,
substansi materi yang dimuat dan pelaksanaan Rrencana Umum Tata Ruang masing-masing daerah yang
difasilitasi dan disahkan berlakunya oleh Pemerintah.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud keterpaduan pengelolaan pelayanan umum tertentu dalam huruf g adalah keterpaduan
dalam proses manajemen pelayanan umum. Sementara itu yang dimaksud dengan pelayanan umum tertentu
adalah pelayanan yang secara timbal balik berdampak terhadap masing-masing daerah, seperti penanganan
sampah, penyediaan transportasi, penyediaan air bersih, penanggulangan banjir, lahan pemakaman,
penanggulangan kebakaran, dan konservasi lingkungan.
Pasal 177
Cukup jelas
Pasal 178
Cukup jelas
Pasal 179
Cukup jelas
Pasal 180
Cukup jelas
Pasal 181
Yang dimaksud dengan seluruh daerah otonom baru termasuk yang dibentuk sebelum undang-undang ini
diberlakukan adalah daerah-daerah yang dibentuk setelah uji coba otonomi daerah tahun 1995.
Pasal 182
Cukup jelas
Pasal 183
Cukup jelas
Pasal 184
Cukup jelas
Pasal 185
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR……..




Read More..